POHON ANGGREK TERBESAR DAN TERBERAT DI DUNIA

Ini dia si jawara kelas berat dari dunia anggrek. Jawara ini bernama Grammatophyllum speciosum atau seringpula disebut-sebut dengan nama G. papuanum yang diyakini sebagai salah satu variannya. Tanaman ini tersebar luas dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Papua. Oleh karena itu, tidak heran bila banyak ditemukan varian-varian nya dengan bentuk tanaman dan corak bunga yang sedikit berbeda. Dalam satu rumpun dewasa, tanaman ini dapat mencapai berat lebih dari 1 ton dan panjang malai bunga hingga 3 meter dengan diameter malai sekitar 1,5-2 cm. Itulah sebabnya malai bunganya mampu menyangga puluhan kuntum bunga berdiameter 7-10 cm. Dari corak bunganya…penduduk lokal sering menjulukinya dengan sebutan anggrek macan…akan tetapi sebutan ini sering rancu dengan kerabatnya, Grammatophyllum scriptum yang memiliki corak serupa. Oleh sebab itu, anggrek ini populer juga dengan sebutan sebagai anggrek tebu, karena sosok batang tanamannya yang menyerupai batang pohon tebu. Meskipun persebarannya cukup luas…anggrek ini justru menghadapi ancaman serius dari perburuan tak terkendali serta kerusakan habitat. Sosok pohonnya yang sangat besar mudah terlihat oleh para pemburu, terlebih lagi saat memunculkan bunganya yang mencolok. Belum lagi perkembangbiakan alami di habitat dengan biji sangatlah sulit diandalkan karena lambatnya laju pertumbuhan dari fase biji hingga mencapai tanaman dewasa yang siap berbunga. Mungkin hal inilah yang mendasari kenapa anggrek ini menjadi salah satu species anggrek yang dilindungi.

Sebagai pecinta anggrek, pasti anggrek ini akan menjadi salah satu “most wanted” dalam daftar koleksi. Agar perburuan liar terhadap anggrek ini di habitatnya dapat dikendalikan, maka langkah-langkah budidaya secara vegetatif maupun generatif harus segera diberdayakan. Apalagi anggrek ini terkenal sangat mudah menumbuhkan tunas dari stek bulbnya. Setidaknya, dengan membudidayakannya secara vegetatif atau membeli bibit anggrek tebu hasil perkembangbiakan vegetatif (tunas dari stek bulb) dapat menjadi salah satu upaya memelihara kelestarian anggrek alam Indonesia.

KONSERVASI JENIS-JENIS ANGGREK LANGKA JAWA TIMUR

Kebun Raya memiliki peran penting dalam program konservasi tumbuhan khususnya tumbuhan langka termasuk didalamnya anggrek langka. Anggrek merupakan salah satu koleksi penting dan menarik di Kebun Raya Purwodadi, terutama jenis anggrek langka . Tidak sedikit jenis anggrek Indonesia mulai terancam keberadaannya di habitat alaminya, karena adanya bencana alam, kebakaran hutan, penebangan dan eksploitasi hutan yang tidak terkendali. Selain itu banyak jenis anggrek yang penyebarannya terbatas (endemik), diperkirakan sudah punah di tempat aslinya (Irawati, 2001).

Paphiopedilum merupakan kelompok anggrek yang mempunyai penyebaran terbatas akan tetapi banyak dicari untuk diperdagangkan. Cribb (1997) menyatakan bahwa 25 dari 60 jenis Papiophedilum sangat terancam keberadaannya di alam. Paphiopedilum glaucophyllum merupakan jenis anggrek endemik Jawa Timur. Jenis ini ditemukan di lereng G. Semeru bagian Selatan pada ketinggian 200-700 m dpl (Comber, 1990). Namun, kerusakan dan penjarahan hutan yang terjadi pada saat ini menyebabkan populasi Paphiopedilum glaucophyllum tergolong dalam kategori extinct (WCMC, 1997) . Paphiopedilum glaucophyllum menjadi salah satu jenis tumbuhan prioritas untuk kegiatan konservasi di Kebun Raya Purwodadi. Kepunahan anggrek Paphiopedilum glaucophyllum di alam merupakan suatu kehilangan besar, karena anggrek spesies (anggrek alam) merupakan sumber genetik yang tidak ternilai.

Jenis anggrek langka lainnya adalah Dendrobium capra dan Ascocentrum miniatum. Dua jenis anggrek langka ini meupakan anggrek epifit dan pada umumnya menempel di pohon Jati sebagai inangnya. Menurut Comber (1990) D. capra merupakan jenis anggrek endemik di kawasan hutan Jati Gunung Penanggungan, Pasuruan Jawa Timur. Banyaknya penebangan pohon Jati tua di kawasan hutan Jati mejadi salah satu penyebab sulitnya diketemukan 2 jenis anggrek tersebut di habitat alaminya. Selain itu D. capra juga dilaporkan pernah ditemui di Nusa Tenggara. Sedangkan A. miniatum memiliki persebaran lebih luas karena juga dijumpai di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi .

Tujuan kegiatan ini adalah tersosialisasikan kegiatan konservasi tumbuhan terhadap ketiga jenis anggrek langka yaitu P. glaucophyllum , D. capra dan A. miniatum dan selanjutnya dikoleksi serta dibudidayakan di Kebun Raya Purwodadi.

Sejak tahun 2006 kegiatan konservasi anggrek langka ini, yang ditekankan pada 3 jenis anggrek langka mulai dilaksanakan dan sampai saat ini telah menginjak tahun ke-3. Beberapa capaian dari kegiatan ini adalah:
1. Penelusuran habitat alami ketiga jenis anggrek langka.
2. Koleksi hidup ketiga jenis anggrek langka.
3. Perbanyakan ketiga jenis anggrek langka secara in vitro .
4. Penelitian terkait dengan konservasi ketiga jenis anggrek langka.

VIRUS-VIRUS GANAS MULAI MENGGEROGOTI KELUARGA ANGGREK

Dactylorhiza foliosa termasuk anggrek species asli pulau Madeira. Seiring dengan permintaan yang tinggi akan anggrek ini, maka pengembangan kultur jaringan komersial skala besar terus digalakkan hingga kuantitas D.foliosa tersedia secara masal sebagai tanaman hias kebun yang bernilai tinggi.

Pada Juni 2005, telah ditemukan suatu sampel D.filosa yang menunjukkan gejala bercak klorosis. Sampel ini kemudian diteliti lebih lanjut oleh beberapa peneliti dari Central Science Laboratory di Inggris diantaranya A. Skelton, M. Daly, T. Nixon dkk, untuk mengidentifikasi sejumlah virus yang diduga menginfeksi anggrek ini termasuk diantaranya Tomato spotted wilt virus, Impatiens necrotic spot virus, Cymbidium mosaic virus, Odontoglossum ringspot virus dan Bean yellow mosaic virus (BYMV). Subsekuen eksaminasi dengan transmisi mikroskop elektron menditeksi adanya form partikel-partikel virus dengan ukuran lebar sekitar 750 nm. Penemuan ini dikonfirmasi dengan RT-PCR dengan desain primer sekuen BYMV seperti yang tersedia di gen bank (BYMV F 5’-GGTGAATGGACHATGATGGATGG and BYMV R 5’-CAAGCATGGTGTGCATAT GCATATCACG; CSL). Terakhir, partikel virus ini ditransmisi kedalam 2 species indicator dengan inokulasi mekanis. Gejala pada daun di observasi pada species Chenopodium quinoa (klorois lokal) dan Nicotiana benthamiana (distorsi dan mozaik). Test ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) atas tanaman indikator ini akhirnya menunjukkan gejala serangan dari BYMV. BYMV adalah penyakit yang umum pada tanaman kacang-kacangan dan inang lainnya (Bos, 1970). Pertama kali diidentifikasi di Inggris pada 1930 sebagai “pea mozaik”. Dan pada tahun 1995 telah dilaporkan untuk pertama kalinya serangan virus ini pada berbagai jenis anggrek di Amerika, Jerman dan Jepang (Lawson & Hsu, 1995). Akhirnya hasil penelitian pada pertengahan tahun 2005 inilah, untuk pertama kalinya BYMV menginfeksi anggota dari genus Dactylorhiza. Diharapkan fakta ilmiah ini dapat menggugah kewaspadaan negara basis anggrek seperti Indonesia untuk lebih memperketat mobilitas anggrek dari luar negeri atau masuknya materi-materi pembawa penyakit dari luar ke dalam Indonesia.
Jangan sampai tahun 2007 ini dan seterusnya akan muncul laporan bahwa virus BYMV telah hadir ditengah-tengah kita semua. Waspada…!!! Waspadalah….!!!

Daftar Pustaka :

  • Bos L, 1970. Bean yellow mosaic virus. AAB Descriptions of Plant Viruses No. 40.
  • Lawson RH, Hsu H-T, 1995. Orchid. In: Loebenstein G, Lawson RH, Brunt AA, eds. Virus and Virus-like Diseases of Bulb and Flower Crops. Chichester, UK: John Wiley & Sons, 409-420.

PELESTARIAN ANGGREK ALAM BERBASIS KOMUNITAS LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah memberikan konsekuensi untuk mengambil kewenangan sebesar-besarnya dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan yang sebenarnya memiliki sisi negative berupa eksploitasi sumberdaya alam secara cepat. Alasan klasik yang sering dikemukakan yaitu untuk memenuhi tuntutan pendapatan asli daerah. Eksploitasi yang lebih buas juga terjadi pada kabupaten-kabupaten baru dalam rangka menguatkan capital daerah. Sumberdaya alam yang paling cepat menghasilkan cash income adalah hutan beserta potensi yang ada didalamnya, khususnya sebagai sumber kayu dan bahan mineral. Tak hanya itu, konsumsi lahan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan merupakan proyek menggiurkan untuk memperoleh pendapatan secara cepat dan praktis. Tak heran, dalam tempo 30 tahun sejak 1970-an, hutan tropis di Sumatra tinggal kurang dari 10 % luas semula. Ini berarti kerusakan yang terjadi 10 kali lebih cepat dari apa yang pernah terjadi di Jawa (Hutan hujan tropis di Jawa habis dalam jangka 100 tahun, yaitu antara 1800-1900). Bahkan World Bank meramalkan bahwa hutan hujan tropis di Kalimantan akan habis pada tahun 2010. Kerusakan hutan tersebut dipicu oleh konversi lahan untuk monokultur sawit, hutan industri (kayu pulp), pertambangan terbuka, pembangunan infrastuktur dan kebakaran hutan.

Saat ini, di Sumatera kita hanya bisa melihat hutan-hutan alam itu di sepanjang bukit barisan, dimana kawasan-kawasan taman nasional berada dan dikelola. Proses kepunahan ekosistem dan species saat ini terus terjadi di hamper seluruh Sumatera, dan menyusul Kalimantan, serta sangat mungkin pulau-pulau lainnya. Papua menjadi incara investor kehutanan karena disanalah “emas hijau” masih bertumpuk. Saat ini koperasi-koperasi yang diback-up cukong mulai membabat hutan-hutan alam di Papua. Masyarakat adat cukup dibayar Rp.20.000-50.000 per m3 kayu yang diperoleh.

Lalu kaitannya dengan anggrek alam….
Berkaitan dengan semakin menipisnya ekosisten hutan hujan tropis yang berperan sebagai habitat utama anggrek-anggrek species tropis, maka tak elak kepunahan plasma nutfah anggrek alam sudah didepan mata. Tanggung jawab siapakah ini?? Tentu saja tanggung jawab kita semua sebagai warga negara sekaligus pecinta anggrek. Kepunahan anggrek di alam tidak hanya 100 % oleh kerusakan habitat hutan, eksploitasi dalam rangka pemenuhan konsumsi kolektor anggrek juga menyumbang persentase yang cukup signifikan terhadap kepunahan anggrek alam. Oleh karena itu, sebagai pecinta anggrek (khususnya pedagang dan kolektor anggrek species) tentunya memiliki tanggung jawab yang tak kalah besarnya dengan tanggung jawab yang diemban pemerintah. Banyak pihak yang dengan suka rela ingin berperan sebagai eksploitor, meskipun harus mengeluarkan modal yang cukup besar dengan spekulasi yang tinggi. Namun pada giliran dimana peran konservator dan rehabilitator dibuka….banyak pihak yang menunjuk pemerintah sebagai pemain tunggal.

Pada kondisi saat ini konsep pemberdayaan masyarakat akan lebih efektif dibanding konsep konservasi secara terpusat. Semakin banyak gerakan-gerakan potensial ditingkat bawah justru akan mempermudah jalannya upaya konservasi. Komunitas-komunitas potensial di kawasan habitat anggrek alam, atau yang berbatasan dengan habitat anggrek harus menjadi prioritas awal untuk dibina dan diberdayakan. Karena komunitas inilah yang berhubungan langsung dengan kelestarian habitat anggrek. Komunitas ini tergolong kelompok yang rentan terhadap kerusakan hutan dan kerusakan habitat anggrek. Apabila hanya mengandalkan langkah eksploitasi sebagai senjata utama dalam mengeruk potensi anggrek alam, maka masa-masa keemasan hanya akan berlangsung sementara. Komunitas ini perlu berpikir lebih jauh agar potensi wilayahnya tidak serta merta “diboyong” keluar dari wilayahnya, karena pada saat terjadi kelangkaan anggrek alam di habitatnya, maka sumber pendapatan alternatif ini lambat laun akan berakhir. Menjual anggrek alam dengan harga tinggi bukanlah langkah yang efektif untuk mengatasi hal ini…anggrek bukanlah komoditas konsumsi utama yang harus ditebus berapapun mahalnya. Dengan melambungnya harga hingga mencapai nilai yg tidak realistis (ditandai dengan geleng2 kepala keheranan), maka sebagian besar konsumen justru akan berpikir realistis dan akan berlari mencari barang pengganti dengan harga yang lebih terjangkau. Mungkin hanya beberapa kolektor lama yang akan bertahan, merekapun tidak akan membeli banyak, bahkan cenderung cukup memiliki varietas yang terbaik saja. Mengandalkan pedagang?! Mereka justru lebih realistis dibanding konsumen umum.

Langkah yang perlu dikembangkan adalah dengan membudidayakan anggrek alam yang ada diwilayahnya. Varian2 istimewa harus dijaga dan dimanfaatkan untuk jangka panjang (indukan kultur jaringan) sebagai “pusaka andalan” wilayah tersebut. Siapa sih yang mau sering2 ke Jogja kalo resep asli gudegnya banyak tersebar diluar kota, dan tradisinya banyak ditemui di berbagai desa di Indonesia. Komunitas ini sering identik dengan komunitas adat, dan komunitas tradisional lainnya. Oleh karena itu, pembinaan mengenai pengenalan anggrek, teknik budidaya, pemahaman konservasi, dan ilmu2 pendukung lainnya sangatlah penting dilakukan. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah penguatan kelembagaan komunitas. Pembinaan ini tentunya harus didukung pula oleh institusi pendidikan (universitas), LSM, investor lokal, atau dinas pemerintah terkait untuk membantu dalam proses pengadaan modal, atau bibit kultur jaringan dan saprodi. Dengan demikian, anggrek species yang dihasilkan selain akan lebih berkualitas dari segi mutu juga dapat bersaing dalam segi harga. Memang sistem ini memerlukan proses cukup panjang serta kerja keras, sebaliknya…tidak semua yang praktis dan singkat itu lebih baik.

Komunitas lokal/adat yang mapan diharapkan akan memiliki tanggung jawab moril dalam penjagaan kelestarian anggrek di habitatnya karena merekalah “harta” mereka. “Rasa memiliki” yang sebelumnya diwujudkan dengan aktivitas eksploitasi habis-habisan, maka lambat laun akan diimplementasikan menjadi rasa ingin melindungi. Mereka berharap, konsumen yang menginginkan anggrek khas wilayah tersebut akan membeli anggrek yang telah mereka budidayakan…bukan dari berburu di hutan. Disinilah kekuatan kelembagaan komunitas diuji kekompakan dan konsistensinya.

Dalam segi pemasaran, saat ini banyak tersedia media2 publikasi dengan range jangkauan pasar yang luas. Diantaranya melalui internet. Cukup melimpah forum-forum mailing list yang mengangkat topik pertanian, tanaman hias, bahkan spesifik ke anggrek. Media ini dipandang sebagai langkah yang jitu dalam pemasaran langsung pada konsumen akhir, bahkan tidak jarang pula akan bertemu dengan para distributor atau perorangan yang siap menjadi penyalur untuk daerahnya. Selain melalui media internet, dapat pula melalui bantuan organisasi yang bergerak dibidang anggrek. Organisasi ini tentunya akan memiliki akses yang lebih luas kepada para pedagang anggrek di kota2 besar.

Grand strategy ini tentu tidak akan berjalan tanpa dukungan dari komunitas potensial lainnya, yaitu konsumen yang terdiri dari para kolektor, hobiis, penggemar anggrek, dan pedagang anggrek. Kelompok masyarakat ini memegang peranan penting untuk menciptakan suasana dinamis yang mendukung gerakan pemberdayaan komunitas lokal…khususnya dalam pembentukan opini pasar dan selera pasar. Terakhir, bahwa pelestarian berbasis komunitas lokal akan berjalan apabila memberi manfaat nyata yang realistis bagi pelakunya.

POTENSI ANGGREK SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU SERAT KERAJINAN TANGAN

Pulau Sulawesi dikenal sebagai daerah peralihan flora fauna antara benua Asia dan Australia. Anggrek serat (Dendrobium utile) merupakan salah satu species anggrek khas Pulau Sulawesi. Anggrek serat secara alami tumbuh dan tersebar di daerah pedalaman di Sulawesi, termasuk diantaranya wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara. Anggrek ini dikenal dengan nama anggrek serat bukannya tanpa alasan. Hal ini dikarenakan umbi semunya yang mengandung serat.

Anggrek serat merupakan jenis tanaman epifit yang hidupnya menempel pada batang-batang pohon yang tua. Sosok anggrek serat secara keseluruhan cukup unik jika dibandingkan sosok anggrek biasanya. Akarnya membentuk rhizome yang tumbuh merambat dan membentuk roset seperti paku sarang burung. Bentuk umbi semunya kecil, langsing dan agak pipih dan mengeras. Umbi semu ini tumbuh memanjang secara mencolok dan menyempit pada ujungnya, berwarna hijau kekuningan dan mengkilat. Pada ujung umbi semunya terdapat sehelai daun yang berwarna hijau, berbentuk lanset dan berukuran kecil.
Tangkai perbungaannya akan muncul dari lipatan daunnya. Bagian perhiasan bunganya yang terdiri dari mahkota dan kelopak bunga berwarna kuning dan bentuknya menyempit.

Dihabitatnya, anggrek ini tumbuh menempel pada batang-batang pohon yang sudah tua. Anggrek serat belum banyak dibudidayakan orang. Salah satu alasannya, bunga anggrek ini tidak berumur panjang.

Secara keseluruhan, sosok tanaman anggrek serat cukup memikat sebagai tanaman hias yang dipelihara dalam pot-pot. Daya tariknya semakin bertambah karena penampilan umbi semunya yang mengkilat. Akan tetapi anggrek serat banyak diminati bukan karena keelokan bunganya seperti halnya anggrek-anggrek lainnya, melainkan karena pemanfaatan umbi semunya.
Umbi semu anggrek serat m,engandung serat-serat sklerenkim yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, terutama untuk barang-barang anyaman. Untuk mendapatkan seratnya, umbi semu anggrek serat dibelah-belah memanjang dan dipipihkan. Serat yang diperoleh dililitkan pada sebuah balok bulat. Setelah kering akan terbentuk bahan anyaman yang halus, mengkilat dan berwarna kuning keemasan. Serat ini dapat diberi warna sesuai selera kemudian dibuat berbagai barang kerajinan tangan seperti kotak perhiasan, tas tangan, gelang, atau barang hiasan lainnya. Bahan baku serat dari umbi semu anggrek ini cukup sulit didapatkan sehingga tak heran jika harganya cukup mahal.

Melihat potensinya, sudah selayaknya jika budidaya anggrek serat lebih digalakkan. Secara alami anggrek serat dapat berkembang biak dengan biji. Akan tetapi seperti jenis anggrek yang lain, anggrek serat ini dapat juga diperbanyak dengan membelah-belah rumpunnya. Dengan penyediaan bibit melalui kultur jaringan diharapkan pembudidayaan anggrek serat dapat dilakukan dalam skala luas.

KENAPA PENYAKIT BISA MUNCUL PADA ANGGREK

Seperti halnya hewan dan manusia, tanaman pun bisa kena penyakit. Penyakit dikatakan sebagai proses interaksi antara tanaman, lingkungan, dan penyebab penyakitnya. Dengan demikian penyakit tidak bisa menyerang karena merupakan proses atau interaksi, yang bisa menyerang adalah penyebabnya. Jadi yang benar bukannya “anggrek saya diserang penyakit” tetapi “anggrek saya diserang jamur”.

Penyebab penyakit digolongkan menjadi dua besar yaitu penyebab penyakit yang bersifat abiotik dan yang bersifat biotik. Untuk yang bersifat abiotik (tidak hidup) misalnya polutan udara, polutan tanah, suhu yang ekstrim, kelembapan yang ekstrim, oksigen dan cahaya yang berlebihan atau berkekurangan, unsur hara yang tidak tepat dosis. Sedangkan penyebab penyakit yang bersifat biotik (hidup) sampai sekarang dilaporkan ada 6 kelompok besar yaitu jamur, prokariot (bakteri, molicutes), virus dan viroid, nematoda, protozoa, dan tanaman tinggi parasitik. Penyebab yang bersifat biotik disebut pula sebagai “patogen” yang berasal dari bahasa Latin “pathos” yang berarti sakit dan “gene” yang berarti penyandi sifat. Patogen menyebabkan sakit pada gen sehingga ekspresi yang muncul adalah sesuatu yang tidak normal pada tanaman. Tulisan berikut membahas penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen.

Penyakit pada tanaman bisa muncul karena di suatu tempat ada tanaman, patogen, serta lingkungan. Ini yang disebut segitiga penyakit dimana munculnya penyakit karena tiga faktor itu saja (tanaman, patogen, lingkungan), salah satu faktor tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka penyakit tidak akan muncul. Syarat yang harus dipenuhi oleh ketiga faktor agar muncul penyakit adalah tanaman harus peka, penyebab penyakit harus virulen (fit dan ganas), dan lingkungan mendukung. Misal di hutan Kalimantan ada Dendrobium sp., kemudian ada bakteri Erwinia sp. yang ganas dan lingkungan di sekitarnya sangat lembap, maka akan muncul penyakit busuk pada anggrek tersebut. Segitiga penyakit ini hanya berlaku pada kondisi alami seperti pada contoh anggrek di Kalimantan tersebut. Penyakit muncul tanpa campur tangan manusia dan biasanya dalam keseimbangan. Penyakit yang muncul bisa sangat parah namun juga bisa sangat ringan. Hanya jenis-jenis tanaman yang mempunyai ketahanan tinggi yang bisa tetap “survive” ketika ada gangguan penyakit yang parah (sesuai dengan teorinya Darwin “survival of the fittest”).

Ketika manusia mendapatkan manfaat dari tanaman kemudian membudidayakan tanaman tersebut di luar habitat alaminya maka konsep penyakit berubah dari segitiga penyakit menjadi segiempat penyakit. Faktor “manusia” masuk menjadi salah satu penentu munculnya penyakit. Anggrek yang kita budidayakan menjadi salah satu komponen dalam segiempat penyakit ini. Manusia dengan segala intelegensianya (tinggi maupun rendah, ataupun sebenarnya intelegensianya tinggi namun tidak tepat tempat dan waktu) akan dapat mempengaruhi ketiga faktor lainnya.

Pertama, manusia bisa membuat faktor lingkungan menyebabkan timbulnya penyakit, lebih memperparah penyakit (karena ketidaktahuannya) atau sebaliknya membuat faktor lingkungan meniadakan penyakit. Contoh yang menyebabkan timbulnya penyakit adalah: ketika memindah bibit anggrek dari botol dengan menggunakan media tumbuh berupa cacahan pakis. Penyakit tidak akan muncul kalau dia (manusia) menggunakan media tanam yang steril atau tidak menanam bibit yang dari dalam botol sudah terlihat nggak sehat (mungkin merasa sayang karena harganya yang mahal). Ketika dia menyiram bibit dalam kompot secara berlebihan maka akan menciptakan kondisi yang sangat lembap sehingga akan memperparah penyakit yang tadinya hampir nggak kelihatan. Namun bila dia bijaksana dengan memilih media yang steril, air sumur yang tidak tercemar untuk menyiram, penyiraman secara hati2 dengan semprotan yang halus, tidak terlalu membasahi media namun yang penting cukup lembap, maka dia sudah berperan meniadakan penyakit.

Kedua, manusia bisa mempengaruhi tanaman sehingga tanaman menjadi lebih mudah terkena (bukan terserang) penyakit atau bahkan menjadi bebas penyakit. Ketika memindah bibit dari botolan maka setelah mencuci bibit dengan air bersih kemudian dicelup dalam larutan fungisida, manusia sudah menciptakan kondisi dimana penyakit akan tidak muncul. Namun ketika menangani bibit tersebut secara sengaja atau tidak menimbulkan luka pada bibit maka akan besar kemungkinannya terkena penyakit. Ketiga, manusia bisa berbuat apa saja terhadap patogen. Pencelupan bibit dalam larutan fungisida tersebut di atas juga merupakan tindakan manusia terhadap patogen agar patogen tidak bisa tumbuh pada permukaan tanaman. Dengan demikian segiempat penyakit ini menggambarkan adanya penyakit pada agroekosistem yaitu ekosistem pertanian, suatu sistem ekologi yang dibuat manusia untuk menghasilkan tanaman. Ciri yang ada dalam kondisi ini adalah adanya keseragaman (biasanya jenis tanamannya) dan ketidakstabilan komponen biota anggota sistem tersebut.

Konsep penyakit terus berkembang. Munculnya penyakit bisa kapan saja pada fase pertumbuhan tanaman yang manapun juga. Penyakit bisa muncul ketika tanaman masih kecil (dalam pembibitan), remaja, dewasa, atau ketika berbunga. Dengan demikian faktor “waktu” ikut menentukan munculnya penyakit. Di sini konsep segiempat penyakit berubah menjadi piramida penyakit. Piramida penyakit tersusun oleh empat bidang segitiga yang menyatu pada ujungnya. Bidang segitiga pertama adalah tanaman, kedua adalah patogen, ketiga adalah lingkungan, dan keempat adalah manusia. Garis tinggi yang ditarik dari ujung piramid ke bawah ke pusat segiempat yang terbentuk merupakan komponen waktu. Penyakit berkembang dari ujung piramida yang kecil kemudian membesar ke bawah. Manusia berperan agar penyakit yang muncul tetap kecil saja dan terbatas di puncak piramid saja, jangan sampai membesar ke bawah yang akhirnya akan merugikan.

Nah, kita bisa meniadakan penyakit pada anggrek budidaya dengan menghilangkan salah satu dari ke empat komponen tersebut. Pertama tidak menanam anggrek (meniadakan tanaman), nggak mungkin to ya, wong kita pengin menikmati indahnya anggrek kok nggak menanamnya (bisa juga sih dengan membeli yang sudah berbunga; namun artinya tetap sama yaitu ”ada tanaman”). Tetapi dengan tidak menanam anggrek maka tidak akan muncul penyakit anggrek (wah ya jelas dhong, kok bikin bingung). Kedua, meniadakan patogen dengan cara-cara yang ada, ketiga meniadakan lingkungan yang mendukung penyakit, misal jangan terlalu lembap, lingkungan bersih. Ke empat adalah meniadakan manusianya, jangan ikut campur dalam budidaya (ini juga nggak mungkin ya). Dan yang nggak mungkin lagi adalah meniadakan waktu atau memberhentikan waktu sehingga proses interaksi patogen, tanaman dan lingkungan bisa tertunda (mungkin kita perlu mesin waktu seperti dalam film “Back to the Future”).
Nah yang mungkin-mungkin saja itu nanti kita bahas di lain waktu.

SEKILAS "KULTUR JARINGAN" ANGGREK

Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, tidaklah heran jika impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek di negara kita. Selain kesenjangan teknologi di lini akademisi, lembaga penelitian, publik dan pecinta anggrek, salah satu penyebab teknologi ini menjadi sangat lambat perkembangannya adalah karena adanya persepsi bahwa diperlukan investasi yang ’sangat mahal’ untuk membangun sebuah lab kultur jaringan, dan hanya cocok atau ‘feasible’ untuk perusahaan.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi. Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan dan eksploitasi besar-besaran terjadi hutan kita, belum lagi pencurian terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun orang asing.

Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kuljar banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.

Secara prinsip, lab kultur jaringan dapat disederhanakan dengan melakukan modifikasi peralatan dan bahan yang digunakan, sehingga sangat dimungkinkan kultur jaringan seperti ‘home industri’. Hal ini dapat dilihat pada kelompok petani ‘pengkultur biji anggrek’ di Malang yang telah sedemikian banyak.

Beberapa gambaran dan potensi yang bisa dimunculkan dalam kultur jaringan diantaranya adalah :

  • Kultur meristem, dapat menghasilkan anggrek yang bebas virus,sehingga sangat tepat digunakan pada tanaman anggrek spesies langka yang telah terinfeksi oleh hama penyakit, termasuk virus.
  • Kultur anther, bisa menghasilkan anggrek dengan genetik haploid (1n), sehingga bentuknya lebih kecil jika dibandingkan dengan anggrek diploid (2n). Dengan demikian sangat dimungkinkan untuk menghasilkan tanaman anggrek mini, selain itu dengan kultur anther berpeluang memunculkan sifat resesif unggul yang pada kondisi normal tidak akan muncul karena tertutup oleh yang dominan
  • Dengan tekhnik poliploid dimungkinkan untuk mendapatkan tanaman anggrek ‘giant’ atau besar. Tekhnik ini salah satunya dengan memberikan induksi bahan kimia yang bersifat menghambat (cholchicine)
  • Kloning, tekhnik ini memungkinkan untuk dihasilkan anggrek dengan jumlah banyak dan seragam, khususnya untuk jenis anggrek bunga potong. Sebagian penganggrek telah mampu melakukan tekhnik ini.
  • Mutasi, secara alami mutasi sangat sulit terjadi. Beberapa literatur peluangnya 1 : 100 000 000. Dengan memberikan induksi tertentu melalui kultur jaringan hal tersebut lebih mudah untuk diatur. Tanaman yang mengalami mutasi permanen biasanya memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi
  • Bank plasma, dengan meminimalkan pertumbuhan secara ‘in-vitro’ kita bisa mengoleksi tanaman anggrek langka tanpa harus memiliki lahan yang luas dan perawatan intensif. Baik untuk spesies langka Indonesia maupun dari luar negeri untuk menjaga keaslian genetis yang sangat penting dalam proses pemuliaan anggrek.

KLASIFIKASI DAN BUDIDAYA ANGGREK

Photo Anggrek Cattleya

Photo Anggrek Cattleya

- / orchid / bunga orkid bahasanku ini meliputi jenis jenis klasifikasi anggrek, budidaya anggrek (menanam dan merawat anggrek), disertai dengan beberapa gambar / anggrek baik itu anggrek Dendrobium, / Phalaenopsis, anggrek Vanda, Oncidium, Cymbidium, Cattleya, dll

Klasifikasi Anggrek, Jenis-Jenis

Kita bisa mengklasifikasikan anggrek berdasar beberapa kriteria berbeda sbb :
1. Berdasar tempat tumbuh terbagi menjadi :

* Anggrek Epifit, hidup menumpang pada batang / cabang tanaman lain. contoh : Phalaenopsis sp (), Dendrobium sp dan Cattleya sp
* Anggrek Terestial atau anggrek tanah - tumbuh di tanah, contoh : Renanthera,Aerides,Rynchostylis, Vanda sp dan Arachnis Sp (Anggrek Kalajengking / Ketonggeng atau anggrek laba laba)
* Anggrek Litofit - tumbuh di batu2an, contoh : Cytopdium, Paphiopedilum
* Anggrek Saprofit - tumbuh di humus atau kompos, contoh : Calanthe, Goodyera sp.

Photo Anggrek Renanthera-monochica

Photo Anggrek Renanthera-monochica

2. Bila dilihat dari tempat keluarnya bunga :
* Anggrek krante - tangkai bunga muncul dari ujung batang, contoh : Arundia, Epidendrum
* Anggrek pleurante - tangkai bunga muncul dari samping batang, contoh : Arachnis, Vanda, Dendrobium

3. Berdasar pertumbuhan batang, anggrek dibagi :
* Monopodial - batang tumbuh terus ke atas dan tidak terbatas, contoh ; Arachnis,Renanthera, Vanda, Rynchostylis, Aerides
* Simpodial - pertubuhan ujung batang terbatas pada ukuran tertentu, contoh : Cattleya, Oncidium, Cymbidium, Dendrobium

Photo Anggrek Kalajengking - arachnis-sp

Photo Anggrek Kalajengking - arachnis-sp

4. Berdasar ketinggian tempat dpl untuk tumbuh secara optimal.
* Anggrek yg tumbuh optimal di dataran rendah (0 - 500 m dpl), contoh :Dendrobium, Vanda, Arachnis
* Anggrek yg menyukai ketinggian 500 - 700m dpl , contoh : Phalaenopsis, Oncidium, Dendrobium
* Anggrek yg hidup optimal di ketinggian > 700m Dpl, contoh : Paphiopedilum, Cymbidium, Cattleya, Phaleonopsis.

Anggrek Hitam - Black Orchid

Anggrek Hitam - Black Orchid

Anggrek Vanda terbagi lagi berdasar jenis daunnya menjadi 3 jenis, yaitu berdaun pensil, daun 1/2 ênsil dan berdaun Sabuk.
Anggrek Dendrobium bisa dibedakan lagi berdasar bentuk bunga dan tipe pertumbuhan.
Anggrek Phalaenopsis () dibedakan berdasar bentuk bunga, ada tipe stauroglotis (bunga tipe bintang) dan tipe amabilis (bunga bulat)
Anggrek Paphiopedilum terbagi 2 berdasar warna daun : berdaun hijau (contoh Paphiopedilum glacophyllum, Paphiopedilum fairianum dan berdaun burik / loreng (contoh : Paphiopedilum barbadum dan Paphiopedilum tonsum)

Budidaya Anggrek - Tips Menanam dan Merawat

Photo Anggrek Vanda

Photo Anggrek Vanda

1. Bila Anda seorang pemula, sebaiknya pilih anggrek dewasa yg sudah atau siap berbunga, agar mengurangi resiko gagal

2. Pilih jenis anggrek yg hidupnya optimal sesuai daerah tempat tinggal anda (lihat klasifikasi no.4). Ini agar pertumbuhannya optimal, walaupun anda bisa juga mencoba anggrek jenis yg lain.

3. Perhatikan intensitas cahaya yang disukai oleh masing2 jenis anggrek sbb :

* Phalaenopsis : 10 – 30 %
* Cattleya : 20 - 30 %
* Oncidium : 55 - 65 %
* Dendrobium : 55 - 65 %
* Arachnis : 100 %
* Vanda teret : 100 %

4. Perhatikan suhu malam dan suhu siang yang disukai masing2 anggrek sbb :
* Cattleya 13-16°C (suhu malam) dan 20-24°C (suhu siang)
* Dendrobium 15-16°C dan 26-27°C (suhu siang)
* Oncidium 15-18°C (suhu malam) dan 27°C (suhu siang)
* Paphiopedilum 16-19°C (suhu malam) dan 27°C (suhu siang)
* Phalaenopsis 19°C (suhu malam) dan 27°C (suhu siang)
* Vanda 21°C (suhu malam) dan 28°C (suhu siang)

Photo Anggrek Bulan - Phalaenopsis

Photo - Phalaenopsis

5. Media tanam. Gunakan salah satu atau gabungan media tanam ini : kulit pohon pinus, pakis, moss, sabut kelapa, arang kayu, pecahan batu bata atau genteng, potongan steroform, kompos / humus. Sesuaikan dengan jenis anggrek.

6. Penyiraman. Frekwensi penyiraman tergantung umur tanaman. Anggrek muda disiram 2x perhari yaitu yaitu pagi hari ( 06.00 – 08.00 ) dan
sore hari ( 16.00 – 18.00 ). Anggrek dewasa cukup sekali sehari, sebaiknya pada pagi hari. Lihat / amati medianya kalo masih basah / lembab gak perlu disiram, krn kalo kebanyakan air akan menyebabkan busuk akar. Penyiraman terbaik dgn cara spray, ditujukan ke media, batang dan daun. Hindari menyiram bunga karena akan menyebabkan cepat rontok. Gunakan air pam, kalo air hujan harus diendapkan dulu semalam. Saya juga biasanya menyiram dengan air bekas cucian beras dan bekas cucian ikan maupun daging
Perhatian : kalo daun terlihat layu atau kuning, kemungkinan karena terlalu banyak disiram.

7. Pemupukan. Diberikan sesuai umur tanaman, hindari pupuk kena langsung ke akar krn bisa mematikan akar muda. Sebaiknya dilakukan pagi hari (( 06.00 – 07.00 ) atau sore hari ( 16.00 – 18.00 ). Bila menggunakan pupuk berbentuk cair, semprotkan ke daun, batang lalu ke akar.

Anggrek Dendrobium Spectabile

Anggrek Dendrobium Spectabile

Jenis pupuk untuk anggrek muda, pilih yang banyak mengandung unsur N untuk merangsang pertumbuhan vegetatif. Contohnya : Dekastar 22- 8 -4 , Vitabloom 30-10-10 atau Gandasil D 20-15-15
Jenis pupuk untuk anggrek dewasa, untuk merangsang pembungaan, contohnya : Hyponex (biru) : 10 -40 – 15, Gandasil B 6 – 20 – 30 atau Growmore (orange) 6 – 30 – 30

8. Perbanyakan / pengembangbiakan anggrek bisa dengan cara konvensional / klasik, boleh juga dengan cara in vitro / kultur jaringan. Cara In-Vitro / kultur jaringan perlu biaya dan pengetahuan khusus. Cara konvensional dapat dipilih bbrp cara sesuai jenis anggrek sbb :

Anggrek Oncidium Hybrid

Anggrek Oncidium Hybrid

* Stek tangkai bunga ( Arachnis sp)
* stek anakan batang ( Dendrobium sp
* stek umbi (Bulbophyllum)
* stek mata tunas (Phalaenopsis)
* stek batang monopodial (Ascocenda sp)
* stek batang sympodial (cattleya sp)
* stek tunas akar (Doritis sp)

Tertarik dengan budidaya tanaman hias ? Selain Tanaman hias anggrek Ibujempol juga sudah membahas tanaman hias lainnya seperti bunga mawar , bunga Iris, bunga krisan, dll

BUDIDAYA ANGGREK CATTLEYA

Berikut Ibujempol akan membahas khusus bunga anggrek Cattleya, budidaya, jenis jenis anggrek cattleya disertai dengan photo cattleya yang special pake telor.

Anggrek genus Cattleya ini mendapat gelar “Corsage” Orchid. Nama Cattleya diambil dari nama , seorang hortikulturist / ahli hortikultura asal Inggris yg hidup di abad 19. Pak Cattley ini berjasa sebagai orang pertama yang mengkoleksi anggrek2 eksotik.

Perlakuan budidaya cattleya untuk tumbuh dengan baik adalah dengan memkondisikan lingkungan tumbuhnya sbb :
* Intensitas cahaya : Cattleya perlu sinar matahari tapi hindari cahaya matahari langsung
Atur intensitas cahaya sekitar 20 - 30 %

* Temperatur.
Untuk cattleya dewasa, suhu malam 13 - 16°C (55 - 60°F) dan suhu siang 21 - 30°C (70- 85°F)
Untuk bibit Cattleya suhu malam 15 - 20°C utk malam dan 21 - 32° C suhu siang
Beda suhu lama - suhu siang yg direkomendasikan adalah sekitar 4 - 8°C (10 - 20°F).
Temperatur siang sampe 35°C jg gak apa2 asalkan disray yg banyak agar humid, diatur agar peredaran udaranya bagus dan naungan ditambah.

*Penyiraman.

Dilakukan mengarah ke medium dalam pot dan juga berupa sray ke udara utk meningkatkan kelembaban udara / humiditas.
Jumlahnya tergantung dari besarnya pot, umur cattleya, suhu udara dan juga penyinaran sinar matahari. Cattleya dewasa perlu bener2 kering dulu medianya sebelum disiram kembali, sedangkan anakan cattleya hrs tetap terjaga kelembaban medianya (gak boleh sampe kering tapi juga jangan terlalu basah)
Kalo teman berada di negara 4 musim yg biasanya airnya dingin, ati2 kalo siram cattleya airnya harus > 10°C, jangan pake air keran yg dingin ya.

* Kelembaban Udara (RH)
Cattleya perlu kelembaban udara berkisar 50 - 80%. Harus banyak dispray dgn butiran sangat halus / mist. Walau perlu lembab tapi jangan biarkan air tergenang karena akan mempermudah fungi /jamur berkembang biak

*Pemupukan.
Pemupukan secara reguler dgn pupuk nitrogen dosis tinggi (30-10-10) kemudian utk pembungaan berikan pupuk dengan fosfor yg tinggi (10-30-20). Biasanya setiap 4 - 6 kali aplikasi pupuk N dosis tinggi diselingi dengan sekali pupuk P dosis tinggi. Pada saat masa aktif (biasanya musim semi - musim panas) beri pupuk sekali dalam 2 minggu. Saat fase istirahat (musim gugur, musim dingin) cukup dipupuk sebulan sekali.

Penggantian Pot
Perlu dilakukan kalo akar cattleya ampe udah keluar dari potnya atau potnya ampe pecah. Bagusnya ganti pot sebelum akar muda keluar dari rhizomenya, atau setelah abis berbunga. Kalo di negara 4 musim bagusnya saat musim semi.
Saat ganti pot, potong akar tua / akar busuk, tarok sebagian media, terus masukan catleyanya kemudian tambahan sisa media sampe potnya penuh. Tekan seputar akar tapi jangan sampe rusak akarnya. Pake penyanggah , bila perlu. Tarok cattleya yg baru dipindahin ini di tempat lembab tapi biarkan kering / jangan siram akarnya utk beberapa saat. Dengan demikian akan memacu akar2 muda untuk keluar.

Keterangan photo Cattleya :
No.1 = Cattleya intermedia
No.2 = Cattleya Brabantiae.
No.3 = Cattleya Bicolor .
No.4 = Cattleya Clarkiae
No.5 = Cattleya Lynn Spencer Walkeriana.
No.6 = Cattleya Corcovado.
No.7 = Cattleya Bicolor Brasiliensis.
No.8 = Cattleya Gold Digger-Buttercup.
No.9 = Cattleya Green Emerald.
No.10 = Cattleya Nobilis Natalia

BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK

A. ASPEK LINGKUNGAN

Secara alami anggrek (Famili Orchidaceae) hidup epifit pada pohon dan ranting-ranting tanaman lain, namun dalam pertumbuhannya anggrek dapat ditumbuhkan dalam pot yang diisi media tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, seperti faktor lingkungan, antara lain sinar matahari, kelembaban dan temperatur serta pemeliharaan seperti : pemupukan, penyiraman serta pengendalian OPT.

Pada umumnya anggrek-anggrek yang dibudidayakan memerlukan temperatur 28 + 2° C dengan temperatur minimum 15° C. Anggrek tanah pada umumnya lebih tahan panas dari pada anggrek pot. Tetapi temperatur yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Kelembaban nisbi (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60–85%. Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari penguapan yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar pada tunas-tunas muda. Oleh karena itu diusahakan agar media dalam pot jangan terlampau basah. Sedangkan kelembaban yang sangat rendah pada siang hari dapat diatasi dengan cara pemberian semprotan kabut (mist) di sekitar tempat pertanaman dengan bantuan sprayer.

Berdasarakan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua tipe yaitu, simpodial dan monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman yang tumbuh. Kecuali pada anggrek jenis Dendrobium sp. yang dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi-sisi batangnya. Contoh dari anggrek tipe simpodial antara lain : Dendrobium sp., Cattleya sp., Oncidium sp. dan Cymbidium sp. Anggrek tipe simpodial pada umumnya bersifat epifit.

Anggrek tipe monopodial adalah anggrek yang dicirikan oleh titik tumbuh yang terdapat di ujung batang, pertumbuhannnya lurus ke atas pada satu batang. Bunga ke luar dari sisi batang di antara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodial antara lain : Vanda sp., Arachnis sp., Renanthera sp., Phalaenopsis sp., dan Aranthera sp.

Habitat tanaman anggrek dibedakan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :

  • Anggrek epifit, yaitu anggrek yang tumbuh menumpang pada pohon lain tanpa merugikan tanaman inangnya dan membutuhkan naungan dari cahaya matahari, misalnya Cattleya sp. memerlukan cahaya +40%, Dendrobium sp. 50–60%, Phalaenopsis sp. + 30 %, dan Oncidium sp. 60 – 75 %.
  • Anggrek terestrial, yaitu anggrek yang tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung, misalnya Aranthera sp., Renanthera sp., Vanda sp. dan Arachnis sp.
    Tanaman anggrek terestrial membutuhkan cahaya matahari 70 – 100 %, dengan suhu siang berkisar antara 19 – 380C, dan malam hari 18–210C. Sedangkan untuk anggrek jenis Vanda sp. yang berdaun lebar memerlukan sedikit naungan.
  • Anggrek litofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada batu-batuan, dan tahan terhadap cahaya matahari penuh, misalnya Dendrobium phalaenopsis.
  • Anggrek saprofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau daun-daun kering, serta membutuhkan sedikit cahaya matahari, misalnya Goodyera sp

B. PERSILANGAN

Persilangan ditujukan untuk mendapatkan varietas baru dengan warna dan bentuk yang menarik, mahkota bunga kompak dan bertekstur tebal sehingga dapat tahan lama sebagai bunga potong, jumlah kuntum banyak dan tidak ada kuntum bunga yang gugur dini akibat kelainan genetis serta produksi bunga tinggi. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, sebaiknya dan seharusnya pedoman persilangan perlu dikuasai, antara lain :

  • Persilangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah penyiraman. Kuntum bunga dipilih yang masih segar atau setelah membuka penuh.
  • Sebagai induk betina dipilih yang mempunyai bunga yang kuat, tidak cepat layu atau gugur.
  • Mengetahui sifat-sifat kedua induk tanaman yang akan disilangkan, agar memberikan hasil yang diharapkan, misalnya sifat dominasi yang akan terlihat atau muncul pada turunannya seperti : warna, bentuk, dan lain-lain.
  • Bunga tidak terserang OPT terutama pada polen dan stigma.
  • Setiap mendapatkan varietas baru yang baik, sebaiknya didaftarkan pada “Royal Horticultural Society” di London, dengan mengisi formulir pendaftaran anggrek hibrida dengan beberapa persyaratan lainnya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penyerbukan (polinasi) adalah sebagai berikut :

  • Sediakan sehelai kertas putih dan sebatang lidi kecil atau tusuk gigi atau sejenisnya yang bersih.
  • Cap polinia yang terdapat pada ujung column dibuka, dimana akan terlihat di dalamnya polinia yang berwarna kuning.
  • Ujung lidi/tusuk gigi dibasahi dengan cairan yang ada di dalam lubang putih atau dengan sedikit air.
  • Polinia diambil dengan hati-hati. Pegang kertas putih sebagai wadah di bawah bunga untuk menghindari bila polinia jatuh pada waktu diambil.
  • Polinia kemudian dimasukkan ke dalam stigma (kepala putik).
  • Beri label yang diikatkan pada tangkai kuntum (pedicel) bunga yang berisi catatan tentang tanggal penyerbukan dan nama bunga yang diambil polinianya.

Beberapa hari kemudian bunga yang telah diserbuki akan layu. Apabila penyerbukan berhasil, dan bila tidak ada OPT, maka bakal buah tersebut akan terus berkembang menjadi buah. Buah anggrek ada yang masak setelah tiga bulan sampai enam bulan atau lebih. Buah yang masak akan merekah dengan dicirikan adanya perubahan warna buah dari hijau menjadi hijau kekuning-kuningan.

Dalam memilih biji anggrek yang akan disemaikan dalam botol perlu diperhatikan sebagai berikut :

  • Biji yang berwarna keputih-putihan dan kosong adalah biji yang kurang baik.
  • Biji yang baik yaitu yang bulat penuh berisi, berwarna kuning atau kecoklat-coklatan

C. PEMBIBITAN

Perbanyakan tanaman anggrek pada umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu, konvensional dan dengan metoda kultur in vitro. Perbanyakan tanaman yang dilakukan secara konvensional adalah sebagai berikut :

  • Perbanyakan vegetatif malalui pemecahan/pemisahan rumpun seperti Dendrobium sp., Oncidium sp., Cattleya sp., dan Cymbidium sp.; pemotongan anak tanaman yang ke luar dari batang seperti Dendrobium sp.; pemotongan anak tanaman yang ke luar dari akar dan tangkai bunga seperti Phalaenopsis sp., yang selanjutnya ditanam ke media yang sama seperti pakis, mos serabut kelapa, arang, serutan kayu, disertai campuran pecahan genting atau batu bata. Perbanyakan secara vegetatif ini akan menghasilkan anak tanaman yang mempunyai sifat genetik sama dengan induknya. Namun perbanyakan konvensional secara vegetatif ini tidak praktis dan tidak menguntungkan untuk tanaman bunga potong, karena jumlah anakan yang diperoleh dengan cara-cara ini sangat terbatas.
  • Perbanyakan generatif yaitu dengan biji. Biji anggrek sangat kecil dan tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan), sehingga perkecambahan di alam sangat sulit tanpa bantuan jamur yang bersimbiosis dengan biji tersebut.

Untuk menghasilkan bunga dalam jumlah banyak dan seragam diperlukan tanaman dalam jumlah banyak pula. Oleh karena itu peningkatan produksi bunga pada tanaman anggrek hanya dapat dicapai dengan usaha perbanyakan tanaman yang efisien. Pada saat ini metode kultur in vitro merupakan salah satu cara yang mulai banyak digunakan dalam perbanyakan klon atau vegetatif tanaman anggrek. Kultur in vitro pertama kali dicoba oleh Haberlandt pada tahun 1902, karena adanya sifat tanaman yang disebut totipotensi yang dicetuskan oleh kedua orang sarjana Jerman Schwann dan Schleiden pada tahun 1830.

Metode kultur in vitro yaitu menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif (seperti : akar, daun, batang, mata tunas) dan jaringan-jaringan generatif (seperti : ovule, embrio dan biji) pada media buatan berupa cairan atau padat secara aseptik (bebas mikroorganisme).

Secara generatif, benih tanaman diperoleh melalui biji hasil persilangan yang secara genetis biji-biji tersebut bersifat heterozigot. Sehingga benih-benih yang dihasilkan mempunyai sifat tidak mantap dan beragam. Dengan cara ini untuk mendapatkan tanaman yang sama dengan induknya sangatlah sulit, karena persilangan anggrek telah berkembang demikian luasnya. Namun dengan cara ini akan diperoleh varietas baru.

Secara vegetatif yaitu menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif atau kultur jaringan seperti akar, daun, batang atau mata tunas pada media buatan berupa cairan atau padat secara aseptik. Dengan metode ini dapat diharapkan perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara cepat dan berjumlah banyak, serta sama dengan induknya.

D. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN

  1. Persiapan Lahan

    Tanaman anggrek dapat ditanam di sekitar rumah atau pekarangan atau di kebun yaitu di bawah pohon atau dengan naungan yang diberi paranet atau sejenisnya dengan pengaturan intensitas cahaya tertentu atau di lahan terbuka. Oleh karena tanaman anggrek mempunyai potensi ekonomis yang tinggi, maka untuk jenis-jenis tertentu dapat ditanam di dalam rumah kaca (green house). Selain untuk melindungi tanaman dari gangguan alam, juga akan mengurangi intensitas serangan OPT.

  2. Persiapan Media Tumbuh

    Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah harganya. Sampai saat ini belum ada media yang memenuhi semua persyaratan untuk pertumbuhan tanaman anggrek.

    Untuk pertumbuhan tanaman anggrek, kemasaman media (pH) yang baik berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering digunakan di Indonesia antara lain : moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa, arang dan kulit pinus.

    Pecahan batu bata banyak dipakai sebagai media dasar pot anggrek, karena dapat menyerap air lebih banyak bila dibandingkan dengan pecahan genting. Media pecahan batu bata digunakan sebagai dasar pot, karena mempunyai kemampuan drainase dan aerasi yang baik.

    Moss yang mengandung 2–3% unsur N sudah lama digunakan untuk medium tumbuh anggrek. Media moss mempunyai daya mengikat air yang baik, serta mempunyai aerasi dan drainase yang baik pula.

    Pakis sesuai untuk media anggrek karena memiliki daya mengikat air, aerasi dan drainase yang baik, melapuk secara perlahan-lahan, serta mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya.

    Serabut kelapa mudah melapuk dan mudah busuk, sehingga dapat menjadi sumber penyakit, tetapi daya menyimpan airnya sangat baik dan mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan serta mudah didapat dan murah harganya. Dalam menggunakan serabut kelapa sebagai media tumbuh, sebaiknya dipilih serabut kelapa yang sudah tua.

    Media tumbuh sabut kelapa, pakis, dan moss merupakan media tumbuh yang baik untuk pertumbuhan tanaman anggrek Phalaenopsis sp. Namun bila pakis dan moss yang tumbuh di hutan ini diambil secara terus-menerus untuk digunakan sebagai media tumbuh, dikhawatirkan keseimbangan ekosistem akan terganggu.

    Serutan kayu atau potongan kayu kurang sesuai untuk media anggrek karena memiliki aerasi dan drainase yang baik, tetapi daya menyimpan airnya kurang baik, serta miskin unsur N. Proses pelapukan berlangsung lambat, karena kayu banyak mengandung senyawa-senyawa yang sulit terdekomposisi seperti selulosa, lignin, dan hemiselulosa.

    Media serutan kayu jati merupakan media tumbuh yang baik untuk pertumbuhan anggrek Aranthera James Storie. Pecahan arang kayu tidak lekas lapuk, tidak mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri, tetapi sukar mengikat air dan miskin zat hara. Namun arang cukup baik untuk media anggrek.

    Penggunaan media baru (repotting) dilakukan antara lain sebagai berikut :

    • Bila ditanam dalam pot (wadah) sudah terlalu padat atau banyak tunas.
    • Medium lama sudah hancur, sehingga menyebabkan medium bersifat asam, bisa menjadi sumber penyakit.
  3. Penyiraman

    Tanaman anggrek yang sedang aktif tumbuh, membutuhkan lebih banyak air dibandingkan dengan yang sudah berbunga. Frekuensi dan banyaknya air siraman yang diberikan pada tanaman anggrek bergantung pada jenis dan besar kecil ukuran tanaman, serta keadaan lingkungan pertanaman. Sebagai contoh adalah tanaman anggrek Vanda sp., Arachnis sp., dan Renanthera sp., yaitu anggrek tipe monopodial yang tumbuh di bawah cahaya matahari langsung, sehingga membutuhkan penyiraman lebih dari dua kali sehari, terutama pada musim kemarau.

  4. Pemupukan

    Seperti tumbuhan lainnya, anggrek selalu membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan tanaman anggrek akan nutrisi sama dengan tumbuhan lainnya, hanya anggrek membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperlihatkan gejala-gejala defisiensi, mengikat pertumbuhan anggrek sangat lambat.

    Dalam usaha budidaya tanaman anggrek, habitatnya tidak cukup mampu menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya tanaman diberi pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk yang digunakan umumnya pupuk majemuk yaitu yang mengandung unsur makro dan mikro.

    Kualitas dan kuantitas pupuk dapat mengatur keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Pada fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman yang masih kecil perbandingan pemberian pupuk NPK adalah 30:10:10, pada fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman yang berukuran sedang perbandingan pemberian pupuk NPK adalah 10:10:10. Sedangkan pada fase pertumbuhan generatif yaitu untuk merangsang pembungaan, perbandingan pemberian pupuk NPK adalah 10:30:30.

    Jika dilakukan pemupukan ke dalam pot maka hanya pupuk yang larut dalam air dan kontak langsung dengan ujung akar yang akan diambil oleh tanaman anggrek dan sisanya akan tetap berada dalam pot. Pemupukan pada sore hari menunjukkan respon pertumbuhan yang baik pada anggrek Dendrobium sp.


E. PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN OPT

  1. Hama
    1. Tungau Merah Tennuipalvus orchidarum Parf.
      Ordo : Acarina
      Famili : Tetranychidae
      1) Tanaman Inang :
      Jenis-jenis yang dapat diserang hama ini adalah Phalaenopsis sp., Dendrobium sp., Orchidium sp., Vanda sp. dan Granatophyllium sp., kapas, kacang-kacangan, jeruk, dan gulma terutama golongan dikotil.
      2) Gejala Serangan :
      Tungau sangat cepat berkembang biak dan dalam waktu singkat dapat menyebabkan kerusakan secara mendadak. Bagian tanaman yang diserang antara lain tangkai daun dan bunga. Tangkai yang diserang akan berwarna seperti perunggu. Pada permukaan atas daun terdapat titik/bercak berwarna kuning atau coklat, kemudian meluas dan seluruh daun menjadi kuning.

      Pada permukaan bawah berwarna putih perak dan bagian atas berwarna kuning semu. Pada tingkat serangan lanjut daun akan berbercak coklat dan berubah menjadi hitam kemudian gugur. Pada daun Phalaenopsis sp. mula-mula berwarna putih keperakan kemudian menjadi kuning. Hama ini dapat berjangkit baik pada musim hujan maupun musim kemarau, namun umumnya serangan meningkat pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan serangan berkurang karena terbawa air. Kerusakan dapat terjadi mulai dari pembibitan.

      3) Biologi :

      Tungau berwarna merah, berukuran sangat kecil yaitu 0,2 mm sehingga sukar untuk dilihat dengan mata telanjang. Tungau dapat dijumpai pada daun, pelepah daun dan bagian-bagian tersembunyi lainnya. Telur tungau berwarna merah, bulat dan diletakkan membujur pada permukaan atas daun.

    2. Kumbang Gajah Orchidophilus aterrimus (= Acythopeus) aterrimus Wat.

      Ordo : Coleoptera

      Famili : Curculionidae

      1) Tanaman Inang :

      Jenis anggrek yang diserang adalah anggrek epifit antara lain Arachnis sp., Cattleya sp., Coelogyne sp., Cypripedium sp., Dendrobium sp., Cymbidium sp., Paphiopedilum sp., Phalaenopsis sp., Renanthera sp., dan Vanda sp.

      2) Gejala Serangan :

      Kumbang bertelur pada daun atau lubang batang tanaman. Kerusakan terjadi karena larvanya menggerek daun dan memakan jaringan di bagian dalam batang sehingga mengakibatkan aliran air dan hara dari akar terputus serta daun-daun menjadi kuning dan layu. Kerusakan pada daun menyebabkan daun berlubang-lubang. Larva juga menggerek batang umbi, pucuk dan batang untuk membentuk kepompong, sedangkan kumbang dewasa memakan epdermis/permukaan daun muda, jaringan/tangkai bunga dan pucuk/kuntum sehingga dapat mengakibatkan kematian bagian tanaman yang dirusak. Serangan pada titik tumbuh dapat mematikan tanaman. Pada pembibitan Phalaenopsis sp. dapat terserang berat hama ini. Seangan kumbang gajah dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi paling banyak terjadi pada musim hujan, terutama pada awal musim hujan tiba.

      3) Biologi :

      Kumbang berwarna hitam kotor/tidak mengkilap dengan ukuran bervariasi 3,5-7 mm termasuk moncong. Kumbang bertelur pada daun atau lubang pada batang tanaman. Larva menggerek ke jaringan batang atau masuk ke pucuk/kuncup dan tangkai sampai menjadi pupa.

      Fase larva (ulat), pupa (kepompong) sampai dewasa (kumbang) berlangsung dalam pseudobulb. Larva yang baru menetas menggerek pseudobulb, makan dan tinggal di dalam pseudobulb tersebut. Pupa terbungkus oleh sisa makanan dan terletak di rongga bekas gerekan di dalam pseudobulb.

    3. Kumbang Penggerek Omobaris calanthes Mshl.

      Ordo : Colepotera

      Famili : Curculionidae

      1) Tanaman Inang :

      Jenis anggrek yang diserang terutama adalah anggrek tanah terutama jenis Calanthe sp. dan Phajus sp.

      2) Gejala Serangan :

      Berbeda dengan kumbang gajah, larva kumbang ini menggerek masuk ke jaringan akar/umbi, pucuk dan tangkai bunga sehingga dinding gerekan menjadi hitam. Sedangkan kumbang dapat dijumpai di bagian tengah tanaman di antara daun bawah. Serangga membuat sejumlah lubang, seringkali berbaris di daun dan juga tunas utama yang masih terlipat yang kemudian dapat patah dan mati. Pada tahap awal seringkali merusak akar tanaman dan pada saat bunga masih kuncup. Serangan berat menyebabkan tanaman terlihat merana dan dapat mematikan tanaman anggrek secara keseluruhan.

      3) Biologi :

      Pertumbuhan larva dapat mencapai panjang 5 mm.

    4. Kumbang Penggerek Akar Diaxenes phalaenopsidis Fish.

      Ordo : Coleoptera

      Famili : Cerambycidae

      1) Tanaman Inang :

      Larva maupun kumbang ini dapat menyerang tanaman anggrek Renanthera sp., Vanda sp., Dendrobium sdp., Oncidium sp. dan lebih khusus anggrek Phalaenopsis sp.

      2) Gejala Serangan :

      Larva menggerek akar sehingga akar mengering dan dapat mengakibatkan kematian. Larva juga menyerang bunga. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini akan sangat berat jika tidak segera dikendalikan.

      3) Biologi :

      Telur berwarna hijau terang dengan panjang 2,4 mm dan diletakkan di bawah kutikula akar. Larva berwarna kuning dan membentuk pupa dalam suatu kokon yang berserabut/berserat padat. Kumbang dapat hidup sampai 3 bulan dan daur hidup mencapai 50-60 hari. Pada siang hari kumbang ini bersembunyi dan pada malam hari memakan daun bagian atas dan meninggalkan potongan/bekas gerekan yang tidak beraturan di permukaan.

    5. Kumbang Penggerek Oulema (= Lema) pectoralis Baly.

      Ordo : Coleoptera

      Famili : Chrysomelidae

      1) Tanaman Inang :

      Arachnis sp., Grammatophyllum sp., Vanda sp., Phalaenopsis sp., Calanthes sp. dan kadang-kadang menyerang Dendrobium sp.

      2) Gejala Serangan :

      Larva membuat lubang pada daun, akar, kuntum bunga dan bunga. Serangga dewasa juga dapat memakan daun.

      3) Biologi :

      Kumbang berwarna hijau kekuningan. Tubuhnya diselubungi busa yang berwarna hijau tua. Larvanya membuat lubang pada daun, akar, kuntum bunga dan bunganya. Kumbang mempunyai tipe criocerin sepanjang punggung dan pronotum yang sempit. Serangga dari famili ini berasosiasi dengan rumput-rumputan dan monokotiledon lain. Larva yang semula berwarna abu-abu, dengan meningkatnya umur, akan berubah menjadi kuning. Tubuh larva senantiasa tertutup oleh kotorannya sendiri. Telur diletakkan terpisah-pisah pada bunga dan petiola. Telur berwarna kuning kehijauan dengan panjang 1,25 mm. Larva yang baru menetas membawa kulit telur di punggungnya. Daur hidup mencapai 30 hari.

    6. Kutu Perisai Parlatoria proteus Curt.

      Ordo : Hemiptera

      Famili : Diaspididae

      1) Tanaman Inang :

      Kutu ibi tersebar luas dan terutama dijumpai pada tanaman anggrek Dendrobium sp., Renanthera sp., Vanda sp. dan jenis-jenis anggrek tanah, dan palem.

      2) Gejala Serangan :

      Tanaman yang terserang berwarna kuning merana, kadang-kadang daun berguguran.

      3) Biologi :

      Kutu mempunyai perisai berwarna coklat merah berukuran + 1,5 mm, kutu dewasa berwarna gelap berbentuk bulat, pipih, melekat pada bagian tanaman terserang. Telurnya diletakkan di bawah perisai/tempurung, sehingga tidak terlihat dari atas. Larva tidak bertungkai, berbentuk bulat. Kutu dewasa betina tidak bersayap sedangkan yang jantan bersayap.

    7. Pengorok Daun Gonophora xanthomela ( = Agonita spathoglottis)

      Ordo : Coleoptera

      Famili : Chrysomelidae

      1) Tanaman Inang :

      Hama ini menyerang jenis-jenis anggrek Phalaenopsis amabilis, Vanda tricolor, V. coerulea, Arundina sp. dan Aspathoglottis sp.

      2) Gejala Serangan

      Larva mengorok bagian dalam daun dan meninggalkan bagian epidermis sehingga daun tampak transparan. Serangan berat terjadi pada musim hujan.

      3) Biologi :

      Kumbang berukuran 6 mm, terdapat tanda hitam dan oranye. Telur diletakkan pada permukaan bawah daun dan ditutupi kotoran.

    8. Ulat Bunga Chliaria othona

      Ordo : Lepidoptera

      Famili : Lycaenidae

      1) Tanaman Inang :

      Ulat ini menyerang jenis-jenis anggrek Dendrobium sp., Phalaenopsis sp., Arundina sp., Phajus sp.

      2) Gejala Serangan :

      Ulat memakan bunga atau pucuk anggrek. Setelah menetas dari telur segera masuk dan merusak ke dalam pucuk sampai ke bunga.

      3) Biologi :

      Ulat berbentuk pipih. Larva yang baru menetas dari telur masuk ke dalam pucuk sampai bunga. Stadia pupa terjadi di daun dan umbi-umbian dalam lapisan anyaman dan pupa berbalut lapisan sutera.

    9. Pemakan Daun Negeta chlorocrota Hps.

      Ordo : Lepidoptera

      Famili : Noctuidae

      1) Tanaman Inang :

      Kerusakan paling banyak pada Dendrobium sp., dan Arachnis sp.. dan serangga juga dijumpai pada Phalaenopsis sp. dan aneka anggrek liar.

      2) Gejala Serangan :

      Larva memakan daun muda dan meninggalkan potongan-potongan daun yang putih dan transparan. Kerusakan disebabkan oleh instar selanjutnya pada daun yang lebih tua. Pucuk-pucuk muda juga diserang. Pada populasi tinggi larva menggerogoti daun, potongan oval dari daun yang tertinggal di atas dan digunakan untuk membentuk tempat pupa.

      3) Biologi :

      Ulat merupakan semi penggulung daun anggrek. Ulat instar lanjut berwarna hijau pudar dengan garis gelap membujur dan empat tanda di punggung. Seta (bulu) panjang tumbuh dari kecil dan hitam. Panang larva + 35 mm. Ngengat muda tidak terbang sangat jauh. Telur berduri dan dijumpai di daun, pucuk dan bunga. Di Bogor siklus hidup mencapai 38 hari.

    10. Kutu Putih Pseudococcus sp.

      Ordo : Hemiptera

      Famili : Pseudococcidae

      1) Tanaman Inang :

      Hama ini tersebar luas dan merupakan hama penting pada tanaman buah-buahan dan tanaman hias.

      2) Gejala Serangan :

      Pada Dendrobium sp., kutu menyerang ujung akar, bagian daun sebelah bawah dan batang. Bagian tanaman terserang akan berwarna kuning dan akhirnya mati karena hama ini mengisap cairan sel.

      Pada Phalaenopsis sp., kutu menyerang ketiak daun di sekitar titik tumbuhnya, sehingga menyebabkan tanaman mati.

      3) Biologi :

      Seluruh tubuh tertutup oleh lilin termasuk tonjolan pendek yang terdapat pada tubuhnya. Kutu berwarna coklat kemerahan, panjang 2 mm, dan memproduksi embun madu sehingga menarik bagi semut untuk berkumpul. Kutu memperbanyak diri melalui atau tanpa perkawinan (partenogenesis). Perkembangan satu generasi memerlukan waktu selama 36 hari.

    11. Siput Setengah Telanjang (Slug) Parmarion pupillaris

      Phyllum : Mollusca

      1) Tanaman Inang :

      Bersifat polifag, selain menyerang anggrek juga pada kol, sawi, tomat, kentang, tembakau, karet dan ubi jalar.

      2) Gejala Serangan :

      Siput memakan daun dan membuat lubang-lubang tidak beraturan. Seringkali ditandai dengan adanya bekas lendir sedikit mengkilat dan kotoran. Akar dan tunas anakan juga diserang. Seringkali merusak pesemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh. Siput juga makan bahan organik yang telah membusuk atauun tanaman yang masih hidup.

      3) Biologi :

      Siput tidak memiliki cangkok, berukuran panjang 5 cm, berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan. Rumah pada punggungnya kerdil dan sedikit menonjol. Siput tidak beruas, badannya lunak, bisa mengeluarkan lendir, berkembang biak secara hermaprodit namun sering juga terliha mereka mengadakan perkawinan dengan sesama. Siput menyukai kelembaban. Telur diletakkan pada tempat-tempat yang lembab. Siput biasanya pada waktu siang hari bersembunyi di tempat yang teduh dan aktif mencari makan pada malam hari. Alat untuk makan berbentuk seperti lidah yang kasar seperti parut yang disebut radula.

    12. Siput Telanjang Vaginula bleekeri atau Filicaulis bleekeri

      Phyllum : Mollusca

      1) Tanaman Inang :

      Selain menyerang anggrek, juga merusak pesemaian sayuran seperti kol, sawi, tomat dan tembakau.

      2) Gejala Serangan :
      Gejala serangan mirip Parmarion. Siput menyerang tanaman pada waktu malam hari. Bagian tanaman yang diserang adalah daun dan pucuk-pucuknya.

      3) Biologi :

      Bentuk siput seperti lintah, berwarna coklat keabuan, pada punggungnya terdapat bercak-bercak coklat tua yang tidak teratur dan ada sepasang garis memanang, panjang tubuh + 5 cm.

    13. Bekicot Achatina fulica atau A. variegata

      Phyllum : Mollusca

      1) Tanaman Inang :

      Bekicot selain merusak tanaman anggrek, juga tanaman bunga bakung, bunga dahlia, pepaya, tomat.

      2) Gejala Serangan :

      Bekicot banyak merusak seluruh bagian tanaman dengan memakan daun dan bagian tanaman lain. Selain itu juga makan tanaman yang telah mati.

      3) Biologi :

      Bekicot mempunyai cangkok (rumah), dengan ukuran panjang + 10-13 cm. Pada waktu siang hari bekicot ini sering istirahat pada batang pepaya, pisang dan dinding rumah. Pada waktu malam hari mencari makanan. Siang hari mencari tempat perlindungan di lubang tanah, kaleng atau bambu. Bila diganggu mereka akan menarik kepalanya ke dalam rumahnya. Kadang-kadang dapat mengeluarkan suara. Pada waktu musim kemarau yang panjang dan udara panas, kepala dan seluruh badan dimasukkan dalam rumah dan lubangnya ditutup dengan suatu lapisan membran yang tebal hingga ia dapat bertahan hidup selama musim kemarau + 6 bulan. Bila musim hujan tiba dalam beberapa jam mereka dapat segera mengakhiri masa istirahatnya dan mulai mencari makanan. Bekicot yang baru saja menetas bisa tahan tidak makan selama 1 bulan. Bekicot yang besar bisa tahan terendam air tawar selama 12 jam, tetapi kalau air mengandung garam bekicot akan mati dengan pelan-pelan. Telurnya berwarna kuning dengan diameter + 5 mm, biasanya terdapat dalam kelompok telur yang jumlahnya 100-500 butir gumpalan telur yang diameternya bisa sampai + 5 cm. Biasanya terletak di bawah batu, tanaman atau dalam tanah gembur. Telur ini akan menetas dalam 10-14 hari.

    14. Tungau Jingga Anggrek Pseudoleptus vandergooti (Oud)
      Ordo : Acarina
      Famili : Tertranychidae

      1) Tanaman Inang :
      Anggrek Dendrobium sp. sangat peka terhadap serangan tungau jingga.
      2) Gejala Serangan :

      Serangan hama ini mengakibatkan daun dan jaringan batang berubah warna.

      3) Biologi :

      Tungau berukuran 0,3 mm, hidup berkoloni pada daun-daun yang mati.

    15. Thrips Anggrek Dichromothrips (= Eugniothrips) smithi (Zimm)
      Ordo : Thysanoptera
      Sub Ordo : Terebrantia
      1) Tanaman Inang :

      Thrips anggrek dari P. Jawa ditemukan pula di Taiwan. Thrips mengakibatkan kerusakan serius pada pembibitan anggrek Arachnis sp., Cattleya sp., Dendrobium sp., Renanthera sp., dan Vanda sp.

      2) Gejala Serangan :

      Serangan hama ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, bunga berguguran, daun berubah bentuk dan berwarna keperakan. Pada musim kemarau serangan thrips dapat mengakibatkan penurunan produksi bunga.
      3) Biologi :

      Hama ini sangat kecil, dan berwarna abu-abu, ada juga yang berwarna kecoklatan. Panjangnya kira-kira 1-1½ mm. Trips mempunyai tiga pasang kaki, dan berbadan ramping.

    16. Kepik Anggrek Mertila malayensis Dist.
      Ordo : Hemiptera
      Famili : Miridae
      1) Tanaman Inang :

      Kepik ini memiliki daerah penyebaran meliputi wilayah Asia Selatan dan Timur. Kepik dapat ditemukan pada anggrek Phalaenopsis sp., Bulbophyllum sp., Renanthera sp., Vanda sp.

      2) Gejala Serangan :

      Serangan kepik menimbulkan gejala bintik-bintik putih kuning pada permukaan atas dan bawah daun anggrek. Kadang-kadang titik-titik tersebut sangat rapat sehingga merupakan bercak putih. Tanaman yang terserang lama-lama menjadi gundul.
      3) Biologi :

      Kepik berwarna merah kehitaman. Telur diletakkan di daun, dan nimfa yang baru menetas berwarna merah mirip dengan tungau. Serangga biasanya hidup berkelompok, jika diganggu maka akan melarikan diri dengan cepat. Di Salatiga siklus hidup sekitar 4 minggu, dan serangga dewasa dapat hidup selama 2 bulan.

    17. Kutu Daun Anggrek Cerataphis oxhidiarum (West)
      Ordo : Homoptera
      Famili : Aphidoidea

      1) Tanaman Inang :

      Kutu ini tersebar luas dan terutama dijumpai pada tanaman anggrek Dendrobium sp., Renanthera sp., Vanda sp. dan jenis-jenis anggrek tanah.

      2) Gejala Serangan :

      Kutu daun menempel pada daun, dan menyebabkan daun yang terserang berubah menjadi kuning, kemudian coklat, akhirnya mati.

      3) Biologi :

      Spesies kutu daun ini berwarna coklat gelap sampai hitam. Pada waktu masih muda, serangga berwarna hijau. Penyebaran meliputi di daerah tropis.

    18. Kutu Tempurung Aspidiotus sp.
      Ordo : Homoptera
      Famili : Diaspididae

      1) Tanaman Inang :

      Di daerah Bogor kutu tempurung ditemukan pada anggrek Renanthera sp. dan Vanda sp., kelapa, kelapa sawit, pisang, mangga, alpukat, jambu biji, kakao, karet, keluwih, jahe dan the.
      2) Gejala Serangan :

      Serangga ini mengisap cairan daun di bagian permukaan bawah sehingga meninggalkan bercak-bercak dan menyebabkan daun berwarna kuning kecoklatan. Kutu mengisap cairan daun, sehingga makin lama cairan daun habis dan jaringan di sekelilingnya terjadi nekrosis. Pada serangan berat seluruh daun menjadi kering dan kemudian rontok.

      3) Biologi :

      Serangga dewasa berwarna merah coklat gelap berukuran panjang 1,5 mm. Kutu betina dapat menghasilkan telur 20-30 butir. Telur diletakkan di dalam perisai di bawah badannya. Nimfa yang baru menetas akan ke luar dari perisai, berkelompok di permukaan bawah daun. Periode telur sampai dewasa mencapai 1,5-2 bulan. Aktivitas puncak terjadi pada musim kering.

    19. Siput Kecil Lamellaxis (= Opeas) gracilis (Hutt.) dan Subulina octona Brug.

      Phyllum : Mollusca

      1) Tanaman Inang :

      Di daerah Deli (Sumatera) sering ditemukan pada bedengan pembibitan tembakau, dan di daerah lain di Indonesia ditemukan menyerang sayuran di rumah kaca.

      2) Gejala Serangan :

      Siput ini tinggal pada tanaman anggrek di antara media tumbuh dalam pot dan menyerang bagian akar. Malam hari siput naik ke permukaan pot dan menyerang bagian daun. Serangan berat terjadi pada musim hujan.

      3) Biologi :

      Tempurung hama panjangnya 11 mm dan berwarna kuning terang. Kedua spesies hama ini di alam sering bercampur.

  2. Penyakit
    1. Busuk Hitam Phytopthora spp.

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini terutama dijumpai pada anggrek Cattleya sp., Phalaenopsis sp., Dendrobium sp., Epidendrum sp. dan Oncidium sp.

      2) Gejala Serangan :

      Infeksinya tampak dengan adanya noda-noda hitam yang menjalar dari bagian tengah tanaman hingga ke daun. Dalam waktu relatif singkat seluruh daun sudah berjatuhan. Cendawan ini menyerang pucuk tanaman dan titik tumbuh. Bagian pangkal pucuk daun terlihat basah dan bila ditarik mudah terlepas. Bila menyerang titik tumbuh, pertumbuhan akan terhenti. Penyebaran penyakit ini sangat cepat bila keadaan lingkungan lembab.

      Pada Cattleya penyakit dapat timbul pada daun, umbi semu, akar rimpang dan kuncup bunga. Penyakit ini juga dapat timbul pada pesemaian sebagai penyakit busuk rebah. Pada daun terjadi bercak besar, berwarna ungu tua, coklat keunguan, atau hitam. Bercak dikelilingi halo kekuningan. Dari daun penyakit berkembang ke umbi semu, akar rimpang, bahkan mungkin ke seluruh tanaman. Jika penyakit mula-mula timbul pada umbi semu, maka umbi ini akan menjadi hitam ungu, dan semua yang terletak di atasnya akan layu. Seringkali daun menjadi rapuh dengan goyangan sedikit saja daun akan terlepas sedikit di atas umbi semu. Infeksi yang terjadi pada permukaan tanah dapat menyebabkan busuk kaki.

      Pada Vanda, mula-mula pada pangkal daun terjadi bercak hitam kecoklatan tidak teratur, dengan cepat meluas ke seluruh permukaan daun dan pada daun-daun sekitarnya. Pada umumnya penyakit timbul di daerah pucuk tanaman. Pada bagian ini daun-daun berwarna hitam coklat kebasah-basahan dan mudah sekali gugur. Kadang-kadang penyakit juga timbul pada batang dan daerah perakaran.

      3) Morfologi/Epidemiologi :

      Cendawan membentuk sporangium, mudah terlepas, bulat telur atau jorong, pangkalnya membulat, mempunyai tangkai pendek dan hialin. Spora Phytophthora dapat dipencarkan oleh angin, dan percikan air.

      Akar rimpang dapat dapat terinfeksi karena patogen yang terbawa oleh pisau yang dipakai untuk memotong (memisahkan tanaman). Penyakit juga berkembang oleh kelembaban yang tinggi, karena air membantu pembentukan, pemencaran, dan perkecambahan spora.

    2. Antraknosa. Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc. (Stadium Sempurna : Glomerella cingulata)

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini dijumpai pada anggrek jenis Dendrobium sp., Arachnis sp., Ascocendo sp., Phalaenopsis sp., Vanda sp. dan Oncidium sp.

      2) Gejala Serangan :

      Pada daun atau umbi semu mula-mula timbul bercak bulat, mengendap, berwarna kuning atau hijau muda. Akhirnya bercak menjadi coklat dan mempunyai bintik-bintik hitam yang terdiri dari tubuh buah (aservulus) cendawan. Pada umumnya bintik-bintik ini teratur pada lingkaran-lingkaran yang terpusat. Dalam keadaan yang lembab tubuh buah mengeluarkan massa spora (konidium) yang berwarna merah jambu atau jingga. Daun yang terserang akan gugur akhirnya umbi akan gundul.

      Pada bunga, penyakit menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kecil yang dapat membesar dan bersatu sehingga dapat meliputi seluruh bunga.

      Cendawan dapat mempertahankan diri dengan hidup secara saprofitik pada sisa tanaman sakit. Pada cuaca menguntungkan (lembab), cendawan membentuk konidium yang apabila terbentuk dalam massa yang lekat, konidium dipencarkan oleh percikan air hujan/air siraman, mungkin juga oleh serangga.

      Cendawan adalah parasit lemah, yang hanya dapat mengadakan infeksi pada tanaman yang keadaannya lemah, terutama melalui luka-luka, termasuk luka karena terbakar matahari. Terjadinya penyakit juga dibantu oleh pemberian pupuk nitrogen yang terlalu banyak.

      3) Morfologi/Epidemiologi :

      C. gloeosporioides berbentuk aservulus pada bagian yang mati (nekrosis) yang berbatas tegas, biasanya berseta, kadang-kadang berseta sangat jarang atau tidak sama sekali. Aservulus berbentuk bulat, memanjang atau tidak teratur, garis tengahnya dapat mencapai 500 µm. Seta mempunyai panjang yang bervariasi, jarang lebih dari 200 µm, dengan lebar 4-8 µm, bersekat 1-4, berwarna coklat, pangkalnya agak membengkak, mengecil ke ujung, pada ujungnya kadang-kadang berbentuk konidium. Konidium berbentuk tabung, ujungnya tumpul, pangkalnya sempit terpancung, hialin, tidak bersekat, berinti 1,9-24 x 3,6 µm. Konidiofor berbentuk tabung, tidak bersekat, hialin atau coklat pucat.

      C. gloeosporioides tersebar luas, sebagai parasit lemah pada bermacam-macam tumbuhan inang, bahkan ada yang hanya hidup sebagai saprofit. Cendawan dapat mempertahankan diri dengan hidup secara saprofitis pada bermacam-macam sisa tanaman sakit. Pada cuaca menguntungkan jamur membentuk konidium. Karena terbentuk dalam massa yang lekat, konidium dipencarkan oleh percikan air, dan mungkin oleh serangga. Pembentukan konidium dibentuk oleh cuaca yang lembab, sedang pemencaran konidium dibantu oleh percikan air hujan maupun siraman.

    3. Layu Sklerotium rolfsii Sacc. (Stadium Sempurna : Corticium rolfsii Curzi)

      1) Tanaman Inang :

      Selain menyerang anggrek, penyakit ini diketahui menyerang pada tanaman pertanian lainnya. Pada anggrek terutama menyerang jenis-jenis terestrial, seperti Vanda sp., Arachnis sp. dan sebagainya.

      2) Gejala Serangan :

      Tanaman yang terserang menguning dan layu. Infeksi terjadi pada bagian-bagian yang dekat dengan tanah. Bagian ini membusuk, dan pada permukaannya terdapat miselium cendawan berwarna putih, teratur seperti bulu. Miselium ini membentuk sklerotium, yang semula berwarna putih, kelak berkembang menjadi butir-butir berwarna coklat yang mirip dengan biji sawi.

      Pada Phalaenopsis penyakit menyebabkan busuk akar dan pangkal daun. Jaringan menjadi berwarna kuning krem, berair, yang segera berubah menjadi coklat lunak karena adanya bakteri dan cendawan tanah.

      Sklerotium bentuknya hampir bulat dengan pangkal yang agak datar, mempunyai kulit luar, kulit dalam dan teras.

      Di daerah tropis S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang baik.

      S. rolfsii umumnya terdapat dalam tanah. Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. Sklerotium dapat terpencar karena terbawa oleh air yang mengalir.

      S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab. Cendawan dapat menginfeksi tanaman anggrek melalui luka ataupun tidak, bila melalui luka infeksi akan berlangsung lebih cepat. Di Indonesia Oncidium sp. dan Phalaenopsis sp. sangat rentan terhadap S. rolfsii, Cattleya sp. agak tahan, sedangkan Dendrobium sp. sangat tahan.

      3) Morfologi/Epidemiologi :

      S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air.

      Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotium dapat bertahan selama 6-7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab.

    4. Layu Fusarium oxysporum

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit layu Fusarium dapat dijumpai pada anggrek jenis Cattleya sp., Dendrobium sp. dan Oncidium sp. Selain itu juga menyerang kubis, caisin, petsai, cabai, pepaya, krisan, kelapa sawit, lada, kentang, pisang dan jahe.

      2) Gejala serangan :

      Patogen menginfeksi tanaman melalui akar atau masuk melalui luka pada akar rimpang yang baru saja dipotong, menyebabkan batang dan daun berkerut. Bagian atas tanah tampak merana seperti kekurangan air, menguning, dengan daun-daun yang keriput, umbi semu menjadi kurus, kadang-kadang agak terpilin. Perakaran busuk, pembusukan pada akar dapat meluas ke atas, sampai ke pangkal batang.

      Jika akar rimpang dipotong akan tampak bahwa epidermis dan hipodermis berwarna ungu, sedang phloem dan xylem berwarna ungu merah jambu muda. Akhirnya seluruh akar rimpang menjadi berwarna ungu.

      3) Epidemiologi :

      Patogen dapat bertahan secara alami di dalam media tumbuh dan pada akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman peka, melalui akar yang luka dapat segera menimbukan infeksi. Penyakit ini mudah menular melalui benih, dan alat pertanian yang dipakai.

    5. Bercak Daun Cercospora spp.

      1) Tanaman inang :

      Semua jenis anggrek terserang oleh penyakit ini, terutama yang ditanam di tempat terbuka, seperti Vanda sp., Arachnis sp., Aranda sp., Aeridachnis sp. dan sebagainya.

      2) Gejala serangan :

      Penyakit timbul hanya apabila keadaan lingkungan lembab. Mula-mula pada sisi bawah daun yang masih muda timbul bercak kecil berwarna coklat. Bercak-bercak dapat berkembang melebar dan memanjang, dan dapat bersatu membentuk bercak yang besar. Pada pusat bercak yang berwarna coklat keputihan, cendawan membentuk kumpulan-kumpulan konidiofor dengan konidium, yang bila dilihat dengan kaca pembesar (loupe) tampak seperti bintik-bintik hitam kelabu. Pusat bercak akhirnya mengering dan dapat menjadi berlubang. Gejala ini lebih banyak terdapat pada daun-daun tua.

      3) Morfologi/Epidemiologi :

      Konidium cendawan ini berbentuk gada panjang bersekat 3-12. Konidiofor pendek, bersekat 1-3, cendawan dapat terbawa oleh benih dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit selama satu musim. Cuaca yang panas dan basah membantu perkembangan penyakit. Penyakit dapat timbul pada tanaman muda, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua.

    6. Bercak Coklat Ralstonia (Pseudomonas) cattleyae (Pav.) Savul

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit terutama menyerang Phalaenopsis sp. dan Catleya sp.

      2) Gejala serangan :

      Penyakit ini terutama merugikan Phalaenopsis sp. Bagian tanaman yang terserang yaitu daun dan titik tumbuh. Penyakit sangat cepat menjalar, dan pada daun yang terserang terjadi bercak lunak, kebasah-basahan dan berwarna kecoklatan atau hitam. Penyakit meluas dengan cepat. Jika penyakit mencapai titik tumbuh, tanaman akan mati. Bagian yang sakit mengeluarkan lendir (eksudat), yang dapat menularkan penyakit ke tanaman lain, melalui penyiraman.

      Pada daun Cattleya sp. penyakit tampak sebagai bercak-bercak mengendap, hitam dan kebasah-basahan. Pada umumnya penyakit hanya terbatas pada satu atau dua daun, dan tidak mematikan tanaman.

      3) Epidemiologi :

      Massa bakteri sering muncul di permukaan jaringan tanaman sakit. Penyakit ini berkembang pada kondisi lingkungan yang basah dan suhu yang tinggi. Penyakit dapat menular melalui alat-alat pertanian, air, media tumbuh dan benih yang terinfeksi.

    7. Busuk Lunak Erwinia spp.

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini dapat menyerang semua jenis anggrek bahkan tanaman lain yang lunak jaringannya.

      2) Gejala Serangan :

      Penyakit ini menyerang tanaman anakan dalam kompot. Daun-daun anakan terlihat berair dan warna daun berubah kecoklatan. Pada pseudobulb atau bagian lunak lainnya terjadi pembusukan disertai bau yang tidak enak. Bakteri ini menimbulkan pembusukan pada jaringan yang lunak dan pada jaringan yang bekas digigit serangga.

      3) Morfologi/Epidemiologi :

      Sel bakteri berbentuk batang, tidak mempunyai kapsul, dan tidak berspora. Bakteri bergerak dengan menggunakan flagela yang terdapat di sekeliling sel bakteri.

      Bakteri patogen mudah terbawa oleh serangga, air, media tumbuh dan sisa tanaman yang terinfeksi, serta alat-alat pertanian. Suhu optimal untuk perkembangan bakteri adalah 27° C. Pada kondisi suhu rendah dan kelembaban rendah bakteri terhambat pertumbuhannya.

    8. Rebah Bibit Pythium ultinum, Phytohpthora cactorum dan Rhizoctonia solani.

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini dijumpai pada tanaman muda dalam kompot pada anggrek jenis Cymbidium sp., Dendrobium sp., Oncidium sp. dan sebagainya.

      2) Gejala Serangan :

      Pada tanaman muda ditandai dengan gejala damping off, yaitu tanaman mati dan roboh. Bagian pangkal tanaman membusuk, sehingga tidak kuat berdiri tegak. Penyakit berkembang ke atas ke bagian-bagian lunak lainnya.

      3) Epidemiologi :

      Patogen tersebut terpencar malalui air. R. solani bertahan lama di dalam tanah (media tumbuh).

    9. Bercak Daun Pestalotia sp.

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini dijumpai pada anggrek jenis Vanda sp., Arachnis sp., Dendrobium sp. dan Oncidium sp.

      2) Gejala Serangan

      Pada daun-daun tua dijumpai bercak dengan titik-titik hitam di bagian tengahnya. Mula-mula bercak berwarna kuning agak coklat.

      3) Epidemiologi :

      Patogen memencar dengan spora yang terjadi apabila ada perubahan yang mendadak dari keadaan basah kemudian kering dan disertai angin.

    10. Bercak Botryodiplodia sp.

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini dijumpai pada anggrek jenis Vanda sp. dan Arachnis sp.

      2) Gejala Serangan :

      Pada anggrek Vanda sp. penyakit ditandai dengan bercak memanjang berwarna coklat sampai hitam. Gejala terjadi baik di daun maupun batangnya. Bercak tidak terbatas pada bagian-bagian yang tua saja tetapi yang mudapun terserang.

      3) Epidemiologi :

      Penyakit memencar dengan sporanya yang berada di dalam badan buahnya. Spora memencar bila terjadi perubahan cuaca yang mendadak dari basah ke kering.

    11. Bercak Bunga Botrytis cenerea

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit ini terutama menyerang bunga pada anggrek jenis Phalaenopsis sp. dan Cattleya sp..

      2) Gejala Serangan :

      Pada mahkota bunga mula-mula terdapat bintik-bintik hitam. Bila penyakit telah berkembang lebih lanjut dengan bintik yang sangat banyak, bunga akan busuk dan menghitam.

      3) Epidemiologi :

      Penyakit ini berkembang bila kelembaban sangat tinggi. Pemencaran penyakit dilakukan dengan sporanya yang sangat mudah diterbangkan angin.

    12. Karat Uredo sp.

      1) Tanaman Inang :

      Penyakit karat dijumpai pada Oncidium sp. dan jenis-jenis lainnya.

      2) Gejala Serangan :

      Pada permukaan daun terdapat pustul berwarna kuning. Setiap pustul dikelilingi oleh jaringan daun klorotik. Serangan yang hebat menyebabkan daun mengering.

      3) Epidemiologi :

      Spora patogen mudah melekat pada kaki serangga dan oleh tiupan angin. Kondisi lingkungan yang lembab sangat membantu perkembangan penyakit.

    13. Virus Mosaik Cymbidium (Cymbidium mosaic virus= CyMV)

      Virus mosaik cymbidium dikenal juga dengan nama “Cymbidium black streak virus” atau “Orchid mosaic virus”.

      1) Tanaman Inang :

      Virus ini dijumpai pada 8 genera, yaitu Aranthera sp., Calanthe sp., Cattleya sp.,Cymbidium sp., Gromatophyllum sp., Phalaenopsis sp., Oncidium sp., dan Vanda sp.

      2) Gejala Serangan :

      Pada Cymbidium sp. gejala mosaik akan tampak lebih jelas pada daun-daun muda berupa garis-garis klorotik memanjang searah serat daun. Bunga pada tanaman Cattleya sp. yang terinfeksi biasanya memperlihatkan gejala bercak-bercak coklat nekrosis pada petal dan sepalnya. Bunga biasanya berukuran lebih kecil dan mudah rontok dibandingkan dengan bunga tanaman sehat.

      3) Morfologi/Epidemiologi :

      Partikel CyMV berbentuk filamen memanjang berukuran 13 x 475 nm. Virus ini menular secara mekanik melalui cairan atau ekstrak bagian tanaman sakit, tetapi tidak menular melalui biji ataupun serangga vektor.

    14. Virus Mosaik Tembakau Strain Orchid (Tobacco Mosaic Virus-Orchid = TMV-O)

      Virus ini dikenal juga dengan nama virus bercak bercincin odontoglossum (odontoglossum ringspot virus = ORSV).

      1. Tanaman Inang :

        Jenis-jenis anggrek lain yang dapat terserang virus ini mencakup Dendrobium sp., Epidendrum sp., Vanda sp., Cattleya sp., Oncidium sp. Cymbidium sp. dan Phalaenopsis sp.

      2. Gejala Serangan :

        Pada beberapa jenis anggrek seperti Cattleya sp., gejala infeksi virus ini bervariasi, yaitu berupa garis-garis klorotik, bercak-bercak klorotik sampai nekrotik atau bercak-bercak berbentuk cincin. Pada Oncidium sp. bercak-bercak nekrotik berwarna hitam tampak nyata pada permukaan bawah daun. Di lapang persentase tanaman anggrek Oncidium sp. terinfeksi virus ini dapat mencapai 100 %. Gejala pada bunga, misalnya pada anggrek Cattleya sp., berupa mosaik pada sepal dan petal. Bagian tepi bagian bunga ini biasanya bergelombang.

      3. Morfologi/Epidemiologi :

        Partikel virus berbentuk batang berukuran 18 x 300 nm. TMV-O mudah ditularkan secara mekanik melalui ekstrak bagian tanaman sakit, tetapi tidak menular melalui serangga vektor ataupun biji.

  3. Pengendalian OPT Anggrek
    1. Fisik

      Media tumbuh disucihamakan dengan uap air panas agar tanaman bebas dari OPT yang dapat ditularkan melalui media tumbuh. Untuk menghindari penularan virus, usaha sanitasi harus dilakukan meliputi sterilisasi alat-alat potong. Setelah dicuci bersih alat-alat potong dipanaskan dalam oven pada suhu 149 ° C selama 1 jam.

    2. Mekanis

      Pengendalian secara mekanis dilakukan bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas. Misalnya pada pagi dan sore hari kumbang gajah dapat dijepit dengan jari tangan dan dimatikan. Demikian pula kutu tempurung pada daun anggrek dapat didorong dengan kuku, tetapi harus dilakukan secara hati-hati lalu dimatikan. Keong besar atau yang kecil dengan mudah dapat ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi.
      Pengendalian secara mekanis juga dilakukan pada bagian tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit, yaitu dengan memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang.

    3. Kultur Teknis

      Pemeliharaan tanaman yang baik dapat meningkatkan kesehatan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur. Penyiraman, pemupukan dan penambahan atau penggantian media tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung pemeliharaan yang berkelanjutan dapat memantau keadaan tanaman dari serangan OPT secara dini.

      Penyiraman dilakukan apabila diperlukan dan dilakukan pagi hari sehingga siang harinya sudah cukup kering. Pelihara tanaman dari serangan atau kehadiran serangga yang dapat menjadi pembawa atau pemindah penyakit. Udara dalam pertanaman sebaiknya dijaga agar tidak terlalu lembab, sehingga penyakit tidak mudah berkembang.

      Tanaman yang baru atau diketahui menderita penyakit diisolasi selama 2-3 bulan, sampai diketahui bahwa tanaman tersebut betul-betul sehat. Tanaman yang akan dibudidayakan sebaiknya juga berasal dari induk yang telah diketahui bebas penyakit.

    4. Kimiawi

      Untuk pengendalian OPT anggrek dapat dipilih jenis pestisida yang tepat sesuai dengan organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikendalikan. Formulasi pestisida dapat berupa cairan (emulsi), tepung (dust) pasta ataupun granula. Konsentrasi dan dosis penggunaan biasanya dicantumkan pada tiap kemasan. Jenis-jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman anggrek tercantum dalam Lampiran 1.
      Sebagai pencegahan, pot atau wadah lainnya, alat-alat seperti pisau dan gunting stek, sebaiknya setiap kali memakai alat-alat tersebut, disucihamakan dengan formalin 2 % atau desinfektan lainnya.

    5. Hayati

      Dilakukan dengan menggunakan :

      • Predator tungau : Phytoseiulus persimilis Athias Heniot dan Typhodiromus sp. (Phytoseiidae)
      • Predator kutu daun : kumbang koksi (Coccinelidae), lalat Syrpidae, dan laba-laba Lycosa sp.
      • Predator kutu putih : Scymnus apiciflavus.
      • Predator bekicot Achatina fulica : Gonaxis sp., Euglandina sp., Lamprophorus sp., dan bakteri Aeromonas liquefacicus.
      • Parasitoid Thrips : Famili Eulophidae
      • Parasitoid kutu daun : Aphidius sp. dan Encarsia sp.
      • Parasitoid pengorok daun Gonophora xanthomela : Achrysocharis promecothecae (Eulophidae).
      • Pemanfaatan agens antagonis Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Pseudomonas fluorescens untuk penyakit layu Fusarium sp. dan Ralstonia (Pseudomonas ) solanacearum.

F. PANEN DAN PASCA PANEN

Keistimewaan tanaman anggrek terletak pada penampilannya saat konsumsi, sehingga usaha untuk mempertahankan mutu penampilan selama mungkin menjadi tujuan utama penanganan pasca panen dan pasca produksi. Untuk melaksanakan upaya tersebut perlu dipahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mutu pasca panen atau pasca produksi tanaman anggrek. Faktor yang mempengaruhi mutu pasca panen anggrek bunga potong adalah tingkat ketuaan bunga, suhu, pasokan air dan makanan, etilen dan kerusakan mekanis dan penyakit. Sedangkan yang mempengaruhi anggrek pot antara lain kultivar, stadia pertumbuhan, cahaya, medium, pemupukan, temperatur dan lama pengangkutan.

  1. Bunga Anggrek Potong
    1. Ketuaan Bunga

      Selama ini bunga anggrek dipanen setelah 75%-80% bunga telah mekar terutama pada anggrek Dendrobium sp. Adakalanya pada jenis anggrek tertentu, seperti Cattleya sp., bunga dipanen 3 sampai 4 hari setelah mekar, karena bunga yang dipotong prematur akan gagal untuk mekar. Saat pemanenan perlu diperhatikan penularan penyakit virus dari satu pohon ke pohon lain. Sebaiknya alat pemotong hendaknya disterilkan lebih dulu sebelum digunakan lagi pada pohon berikutnya.

    2. Temperatur

      Bunga potong Cymbidium sp. dan Paphiopedilum sp. dapat bertahan selama 3 minggu pada temperatur 330–350 F (10 C) dan 6 sampai 7 minggu bila tetap di pohon. Jenis Cymbidium sp., Cattleya sp., Vanda sp., Paphiopedilum sp. dan Phalaenopsis sp. umumnya bisa bertahan sampai 2 minggu kalau disimpan pada suhu 5–70 C, sedangkan Dendrobium sp. potong cukup disimpan pada temperatur 10–130 C.

    3. Pasokan Air dan Hara

      Bunga anggrek potong peka terhadap kekeringan. Air yang hilang setelah bunga dipanen harus segera diimbangi dengan larutan perendam yang mengandung air dan senyawa lain yang diperlukan. Penggunaan berbagai senyawa kimia pengawet yang dilarutkan dalam air dianjurkan untuk memperpanjang kesegaran bunga potong.

    4. Etilen dan Kerusakan Mekanis

      Usahakan untuk menjauhkan bunga anggrek potong dari sumber/tempat kebocoran gas, asap, pemeraman buah dan kumpulan bunga yang sudah rusak dan layu. Ruangan untuk penanganan pasca panen (sortasi/grading dan pengemasan) hendaknya berventilasi baik. Kepekaan terhadap gas etilen dapat dikurangi dengan pemberian suhu dingin, baik setelah panen maupun setelah pengiriman. Bunga potong harus segera dikeluarkan dari wadah pengemasnya dan diletakkan pada ruangan dingin yang bersuhu cocok untuk bunga anggrek.

    5. Penyakit

      Bunga anggrek potong peka terhadap penyakit, tidak saja karena berpetal agak rapuh, tetapi juga terdapatnya cairan madu yang bergizi yang sangat baik untuk pertumbuhan patogen. Kerusakan akibat penyakit ini dapat dihindari dengan managemen kebersihan yang baik di rumah kaca maupun di kebun, pengendalian temperatur, dan minimalisasi terjadinya kondensasi pada bunga potong.

  2. Tanaman Anggrek Pot Berbunga Indah
    1. Kultivar

      Berbagai karakter morfologi, seperti warna bunga, jumlah kuntum bunga dan waktu berbunga telah digunakan untuk mengevaluasi kultivar baru industri bunga. Kriteria tersebut merupakan faktor-faktor penting dalam menciptakan kultivar baru. Pada masa yang akan datang kriteria toleransi terhadap kondisi pengangkutan, tingkat cahaya interior yang rendah, etilen dan pendinginan perlu pula dimasukkan ke dalam penilaian.

    2. Stadia Pertumbuhan

      Stadia pertumbuhan (umur) tanaman pot anggrek berbunga indah pada saat dipasarkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi penampilan tanaman tersebut di dalam ruangan. Perlu diperhatikan bahwa stadia yang tepat untuk pemasaran tergantung dari waktu yang diperlukan untuk memperoleh tanaman. Umumnya tanaman dengan banyak bunga mekar lebih sulit dalam pengangkutan, lebih peka terhadap etilen dan lebih mudah rusak dari pada tanaman yang diangkut dalam stadia yang bunganya masih kuncup atau persentase bunga yang mekar masih rendah.

    3. Temperatur

      Temperatur perlu diturunkan selama siklus 2–3 minggu terakhir untuk memperkuat warna bunga dan meningkatkan kandungan karbohidrat tanaman, sehingga dapat mengakibatkan ketahanan simpan. Semua tanaman pot berbunga indah akan lebih tahan pada temperatur yang lebih rendah dan kisarannya sangat tergantung pada jenis tanaman. Selanjutnya tanaman berbunga yang ditempatkan pada temperatur 270 C atau lebih tinggi, umumnya mempunyai warna bunga lebih pudar, batang/tangkai lebih tinggi, daun cepat menguning dan rontok.

    4. Media

      Media berstruktur remah yang mudah dibasahi kembali oleh konsumen atau penata ruang sangat penting untuk menghasilkan penampilan optimum dari tanaman berbunga indah di dalam ruangan. Sejumlah gel polimer dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban media dan mencegah tanaman dalam ruangan menjadi kering. Irigasi dengan menggunakan wetting agent pada saat pemasaran berguna untuk memudahkan pembasahan kembali media.

    5. Pemupukan

      Nisbah N : K yang dianjurkan 1 : 1 sampai 3 minggu sebelum pembungaan, diubah menjadi 0,5 : 1. Nisbah ini mencegah masalah keracunan amonia dan meningkatkan masa simpan.

    6. Kepekaan Terhadap Etilen

      Tanaman pot anggrek berbunga indah peka terhadap etilen. Gejala yang ditimbulkan adalah kerontokan daun, kuncup dan bunga, dan kelayuan bunga, epinasti, peningkatan kerentaan terhadap mikroba dan aborsi bunga / kuncup.

      Salah satu cara efektif untuk mengurangi kepekaan terhadap etilen, yaitu dengan menurunkan temperatur selama pengangkutan. Cara lain yang digunakan secara komersial adalah dengan penyemprotan daun menggunakan senyawa antagonis terhadap etilen, sehingga dapat menekan produksi etilen dalam bunga, serta mengurangi pengaruh buruk etilen.

    7. Pengairan

      Kurangnya penyiraman tanaman yang berbunga indah serta membiarkannya layu akan menurunkan umur peragaan. Sebaliknya kelebihan air akan menyebabkan rusaknya akar, sehingga tanaman cepat rusak. Sebaiknya tanaman diairi tiap hari atau tiap dua hari sekali, tergantung pada tingkat cahaya, temperatur dan kelembaban, juga ukuran dan media tumbuh. Pengairan dilakukan terhadap media tanpa membasahi bunga dan daun.

    8. Cahaya

      Cahaya optimum yang diperlukan oleh tiap tanaman harus dipertahankan untuk menghasilkan tanaman yang mempunyai masa penampilan yang lebih baik, jumlah bunga maksimum, pembentukan daun yang sempurna, warna bunga indah, dan tinggi tanaman yang memadai. Umumnya tanaman pot berbunga indah akan membentuk bunga dalam jumlah maksimum dengan warna yang indah pada kondisi ruang bercahaya tinggi, meskipun cahaya matahari langsung dihindari.